Kamis, 17 Juni 2010

DANAU BIRU

Danau biru adalah salah satu sebutan untuk sebuah tempat yang tepatnya berada di desa galang batang,kawal,km 27,tanjung pinang.Dimana sebenenarnya tempat ini dulunya adalah sebuah galian pasis pertambangan yang dilakukan oleh segelintir orang.Penggaliannya sendiri dilakukan dengan menggunakan alat berat"COBECO", dimana proses pengambilan pasirnya dilakukan secara berkesinambungan, yang menyebabkan akhirnya wilayah ini menjadi sebuah lubang besar da cukup luas,sehingga airnya pun tampak sangat biru sekali,menurut penelitian seorang ahli disebutkan bahwa hal ini terjadi karena tanah daerah itu adalah tanah liat, dan digali sangat dalam sehingga pancarannya akan menghasilkan pantulan berwarna biru.

Banyak sekali hal-hal yang telah terjadi di danau ini, percaya atau tidak telah merenggut banyak korban hilang secara misterius.Entah apa penyebabnya, mitosnya daerah ini dulunya adalah kandangnya Jin dan setan, tapi karena ulah manusia merusak tempatnya dengan membuat pertambangan liar, maka akhirnya penghuninya pun mengamuk, sehingga banyak warga yang telah menyaksikan penampakan-panaapakan sesosok makhluk gaib berparas wanita cantik yang mereka namai "RATU BIRU".
Itulah mitosnya, tapi anda tidak dipaksa untuk percaya begitu saja, tapi bagaimanapun juga itulah yang ada.
Tempat ini juga merupakan tempat anak-anak muda pacaran,sehingga ada beberapa diantara mereka melakukan hubungan perzinaan didaerah ini, dan cukup banyak, dan banyak diantara mereka kesurupan setelah melakukan hubungan badan disekitar danau ini yang jika malam tak ada setitik cahayapun,yang ada hanya semak-semak belukar yang mengelilinginya.
Astagfirullah.....,
bagi anda yang penasaran melihat indahnya danau ini,datang saja ke alamat yang telah saya sebutkan ,atau kirim e-mail ke Hansfebyan@yahoo.co.id.

PENDIDIKAN PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU

pendidikan agama ada tiga, yaitu memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikulir, memberi pengetahuan umum di Madrasah, dan mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri. Tugas pertama dan kedua dimaksudkan untuk upaya konvergensi pendidikan dualistis, sedangkan tugas yang ketiga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pegawai Departemen Agama itu sendiri.
Berdasarkan keterangan di atas, ada dua hal yang penting berkaitan dengan pendidikan Islam pada masa orde lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah dan pendidikan Islam di sekolah umum.
1. Jenis-jenis Pendidikan di Masa Orde Lama
Jenis-jenis pendidikan Islam yang berperan sangat penting di era orde lama ada beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan Madrasah
Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah pasal 10.
Jenjang pendidikan dengan sisitem madrasah terdiri dari tiga jenjang. Pertama, Madrasah Ibtidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun. Kedua, Madrasah Tsanawiyah Pertama untuk 4 tahun. Ketiga, Madrasah Tsanawiyah Atas untuk 4 tahun. Perjenjangan ini sesuai dengan gagasan Mahmud Yunus sebagai Kepala Seksi Islam pada Kantor Agama Provinsi. Sedangkan kurikulum yang diselenggarakan terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum.
Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa orde lama adalah berdirinya madrasah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Tujuan pendiriannya adalah untuk mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus keagamaan profesional.
Sejarah perkembangan PGA dan PHIN bermula dari program Departemen Agama yang ditangani oleh Drs. Abdullah Sigit sebagai penanggung jawab bagian pendidikan. Pada tahun 1950, bagian itu membuka 2 lembaga pendidikan dan madrasah profesional keguruan yaitu Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) dan Sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHAI). SGAI terdiri dari 2 jenjang yaitu jenjang jangka panjang selama 5 tahun yg diperuntukkan bagi siswa tamatan SR/MI, dan yg kedua jenjang jangka pendek selama 2 tahun yg diperuntukkan bagi lulusan SMP/MTs. Sedangkan, SGHAI di tempuh selama 4 tahun yg diperuntukkan bagi lulusan SMP/MTs.
Pada tahun 1951, sesuai dengan Ketetapan Manteri Agama 15 Februari 1951, kedua madrasah ini di ubah namanya. SGAI menjadi PGA ( Pendidikan Guru Agama ) dan SGHAI menjadi SGHA ( Sekolah Guru Hakim Agama ). Kemudian, pada masa H.M. Arifin Tamyang menjadi kepala “Jawatan Pendidikan Agama” adalah badan yg merupakan pengembangan dari bagian pendidikan di Departemen Agama. Ketentuan-ketentuan tentang PGA dan SGHA di ubah. PGA pendidikannya menjadi 6 tahun dan terdiri dari PGA pertama 4 tahun dan PGA atas 2 tahun. PGA jangka pendek dan SGHA dihapuskan. Sebagai pengganti SGHA dididrikan PHIN ( Pendidikan Hakim Islam Negeri ) dengan wakktu belajar 3 tahun yg diperuntukkan bagi lulusun PGA pertama.
b. Perkembangan Perguruan Tinggi Islam
Perguruan tinggi Islam khusus terdiri dari fakultas-fakultas keagamaan mulai mendapat perhatian pada tahun 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, fakultas agama UII dipisahkan dan diambil alih oleh pemerintah. Pada tanggal 26 September 1951 secara resmi dibuka perguruan tinggi baru dengan nama PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam) dibawah pengawasan Kementrian Agama
c. Perkembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum
Peraturan resmi pertama tentang pendidikan agama di sekolah umum, dicantumkan dalam Undang-undang Pendidikan tahun 1950 No. 4 dan Undang-Undang Pendidikan tahun 1954 No. 20. Undang-undang Pendidikan pada tahun 1950 hanya berlaku untuk republik Indonesia Serikat di Yogyakarta.
Sebelumnya ada ketetapan bersama Departemen PKK dan Departemen Agama yg dikeluarkan pada 20 Januari 1951. Ketetapan itu menegaskan bahwa,
1. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat selama 2 jam per minggu. Di lingkungan istimewa, pendidikan agama dapat di mulai pada kelas 1 dan jam pelajarannya boleh ditambah sesuai kebutuhan, tetapi catata bahwa mutu oengetahan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah yg lain yg pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
2. Di Sekolah LanjutanTingkat Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan)diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
3. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sebanyak 10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang tua dan walinya.
4. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan menteri pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Pada periode Orde Lama ini, berbagai peristiwa dialami oleh bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan yaitu :
1. Dari tahun 1945-1950 landasan idiil pendidikan ialah UUD 1945 dan Falsafah Pancasila.
2. Pada permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS), di wilayah bagian Timur dianut suatu system pendidikan yang diwarisi dari zaman Belanda.
3. Pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan terbentuknya kembali negara kesatuan Republik Indonesia, landasan idiil pendidikan adalah UUDS RI.
4. Pada tahun 1959 Presiden mendekritkan Republik Indonesia kembali ke UUD 1945 dan menetapkan manifesto politik Republik Indonesia menjadi haluan negara.
5. Pada tahun 1945, sesudah G 30 S/PKI kita kembali lagi melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

A. PENDIDIKAN ISLAM MASA ORDE BARU (1966-1998)
Sejak ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 0ktober 1965, bangsa Indonesia memasuki fase baru yang diberi nama Orde Baru. Peruahan Orde Lama menjadi Orde Baru berlangsung melalui kerjasama yang erat antara pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan pemuda yang disebut angkatan 1966. Sejak tahun 1966 para pemuda dan mahasiswa melakukan demonstrasi dijalan-jalan secara spontan memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan.
Kalau dirunut kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
Menurut Abdurrahman Mas’ud, PhD. undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan. Kalau dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan ilmu umum justru akan menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis, serasi dan seimbang.
Prioritas pendidikan Islam harus diarahkan pada empat hal, sebagai berikut :
1. Pendidikan Islam bukanlah hanya untuk mewariskan faham atau polah keagamaan hasil internalisasi generasi terhadap anak didik.
2. Pendidikan hendaknya menghindari kebiasaan mengunakan andai-andaian model yang diidealisir yang sering kali membuat kita terjebak dalam romantisme yang berlebihan.
3. Bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat mengintegrasikan problematik empirik disekitarnya.
4. Perlunya dikembangkan wawasan emansipatoris dalam proses mengajar agama.

Dalam Pasal 4 TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 disebutkan tentang isi pendidikan, di mana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah :
1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama
2. Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan
3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Pada awal pemerintahan Orde Baru, pendekatan legal formal dijalankan dengan tidak memberikan dukungan pada madrasah. Tahun 1972 Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 34 tahun 1972 dan Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 yang mengatur madrasah di bawah pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang sebelumnya dikelola oleh Menteri Agama.

1. Jenis-jenis pendidikan Islam pada masa Orde Baru
a. Pesantren klasik
b. Madrasah diniyah
c. Madrasah-madrasah swasta
d. Madrasah Ibtidaiyah Negeri
e. Pendidikan teologi agama tertinggi

Hukum Islam

Dalam lingkup hukum Islam, Al-Qur’an dan Hadits adalah sumber dari hukum Islam, sehingga semua ketentuan hukum yang dibuat oleh manusia harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan/atau Hadits. Namun demikian, adakalanya ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadits tidak serta merta dapat diterapkan secara langsung dalam menetapkan hukum untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Yang dimaksud dengan hukum Islam dalam tulisan ini tidak hanya hukum yang terkait dengan penyelesaian suatu masalah tetapi juga hukum untuk melaksanakan suatu perbuatan, seperti shalat, puasa dan praktek jual beli.

Penggunaan dalil-dalil atau ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits untuk merumuskan hukum atas suatu perbuatan atau permasalahan haruslah mengikuti kaidah-kaidah yang lazim digunakan dikalangan umat Islam. Kaidah-kaidah tersebut terdapat dalam ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah umum yang dapat digunakan untuk merumuskan hukum atas suatu perbuatan melalui dalil-dalil yang rinci. Pengertian Ushul Fiqh berbeda dengan Fiqh. Ushul Fiqh berkaitan dengan kaidah atau metode untuk merumuskan hukum tertentu. Sedangkan Fiqh adalah hukum atas suatu perbuatan yang dirumuskan dengan menggunakan metode yang ditetapkan oleh Ushul Fiqh yaitu hukum yang berkenaan dengan suatu perbuatan (misalnya, fiqh shalat wajib, fiqh puasa sunah atau fiqh perkawinan).
Ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa Al-Qur’an dan Hadts adalah sumber hukum Islam dimana Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama dan tertinggi. Disamping kedua sumber hukum tersebut, ulama Ushul Fiqh menetapkan sumber-sumber hukum lainnya, diantaranya: ijma’, qiyas, ihtisan, mashlahah, istishhab, ‘urf, syar’u man qoblana, mazhab shahabi dan dzari’ah. Sumber-sumber hukum tersebut adalah juga merupakan metode atau tata cara untuk memperoleh dalil-dalil yang akan digunkan untuk merumuskan suatu hukm. Adanya sumber hukum selain Al-Qur’an dan Hadits dikarenakan adanya masalah-masalah yang bersifat khusus, sedangkan ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits bersifat umum.
Sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an dan Hadits tersebut di atas tidak seluruhnya dapat diterima oleh seluruh ulama Ushul Fiqh secara bulat, sumber-sumber hukum tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang tidak diperdebatkan dan yang diperdebatkan. Sumber hukum yang tidak diperdebatkan atau diterima oleh seluruh ulama adalah ijma’ dan qiyas. Sedangkan sumber hukum yang masih menjadi perdebatan adalah sumber hukum selain ijma’ dan qiyas. Perbedaan terjadi dikarenakan perbedaan metode atau tata cara merumuskan hukum atas suatu perbuatan atau permasalahan, terutama pada perbuatan atau masalah yang tidak disebutkan dan/atau diatur secara rinci dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut ulama Ushul Fiqh, yang dimaksud dengan ijma’ adalah kesepakatan seluruh mujtahid Islam dalam suatu masa sesudah wafatnya Rasulullah saw. atas suatu hukum syara’ dalam suatu kasus. Mujtahid adalah orang yang berkompeten untuk merumuskan hukum, sedangkan hukum syara’ adalah hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang dibebani hukum). Ijma’ adalah kesepakatan bulat para mujtahid seluruh dunia dengan tidak dibatasi oleh kenegaraan dan kebangsaan, sehingga tidak dianggap sebagai ijma’ apabila ada mujtahid yang tidak setuju walau hanya satu orang. Contoh ijma’ adalah hak waris seorang kakek dalam hal seseorang meninggal dengan meninggalkan anak dan ayah yang masih hidup.
Qiyas adalah menyamakan hukum syara’ satu kasus dengan kasus lain karena keduanya mempunyai persamaan illat atau keduanya mempunyai persamaan penyebab adanya hukum syara bagi masing-masing. Yang dijadikan rujukan adalah kasus yang ada ketentuannya dalam Al-Qur’an dan/atau Hadits, yaitu dengan membandingkan illat-nya atau sebabnya dengan kasus yang akan ditetapkan hukumnya. Contoh hukum yang ditetapkan dengan qiyas adalah keharaman alkohol dimana alkohol memiliki sifat yang sama dengan khamar, yaitu memabukkan bagi yang meminumnya.
Istihsan adalah tidak mempergunakan qiyas dengan mempergunakan dalil yang lebih kuat dari qiyas, dikarenakan adanya dalil yang menghendaki serta lebih sesuai dengan kemaslahatan umat manusia.
Maslahah mursalah terdiri dari dua kata yaitu maslahah dan mursalah yang dipadukan sehingga dapat berarti sebagai suatu perbuatan yang mengandung manfaat, Sedangkan pengertian menurut Ushul Fiqh bermacam-bermacam namun pada intinya memiliki pengertian sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ghazali, yaitu meraih atau memperoleh manfaat dan menghindari mudarat.
Istishab adalah menetapkan berlakunya hukum yang sudah ditetapkan sebelumnya atau yang sudah ada sampai dengan adanya dalil yang dapat mengubah berlakunya hukum yang terdahulu.
‘Urf dapat berarti sesuatu yang dipandang baik, yang dapat diterima oleh akal sehat dan ada ulama yang berpendapat bahwa ‘urf adalah sama dengan adat. Namun demikian ulama Ushul Fiqh membedakan antara pengertian ‘urf dengan pengertian adat. Ulama Ushul Fiqh mendefinisikan adat sebagai sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional, sehingga mencakup pengertian yang sangat luas termasuk kebiasaan pribadi orang perorangan. Sedang ‘urf didefinisikan sebagai kebiasaan mayoritas kaum baik dalam perkataan atau perbuatan.
Syar’u man qablana berarti syariat sebelum Islam. Berkaitan dengan syariat sebelum Islam ulama Ushul Fiqh telah bersepakat bahwa secara umum syariat yang diturunkan Allah sebelum Islam telah dibatalkan secara umum oleh syariat Islam, namun masih ada syariat-syariat sebelum Islam yang berlaku dalam syariat Islam. Syariat yang masih berlaku diantaranya adalah beriman kepada Allah, hukuman qishash dan hukuman atas tindak pencurian.
Mazhab shahabi berarti pendapat para sahabat Rasulullah saw, yaitu pendapat para sahabat atas suatu permasalahan yang dinukil para ulama baik berupa fatwa maupun ketetapan hukum. Dimana ayat dan hadits tidak menjelaskan hukum atas permasalahan yang dihadapi oleh para sahabat tersebut.. Yang dimaksud dengan sahabat menurut ulama Ushul Fiqh adalah seseorang yang bertemu dengan Rasulullah saw. dan beriman kepadanya serta hidup bersama beliau dalam kurun waktu yang panjang.
Dzari’ah berarti jalan menuju sesuatu, sehingga pengertian dzari’ah dapat mencakup sesuatu yang mengarah/membawa kepada yang dilarang dan mengandung kemudharatan, atau yang mengarah kepada kebaikan. Contoh dzari’ah adalah larangan melihat tayangan yang mengandung materi pornografi untuk mencegah terjadinya tindak pemerkosaan atau mendidik anak untuk shalat sejak kecil agar terbiasa menjalankan shalat.

Sadd adz-Dzarâi’, dan Keabsahannya Sebagai Dalil

Sadd adz-Dzarâi’, dan Keabsahannya Sebagai Dalil
Oleh : Rahimatus Sa’diyah*
I. Pendahuluan
Allah Swt mengutus Nabi Muhammad sebagai penutup para Nabi dan Rasul dengan berbagai keistimewaan risalah-Nya (al-Islam). Diantara karakteristik atau keistimewaan tersebut adalah bahwa Islam merupakan agama yang universal. Sebagaimana dalam firman-Nya :”dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan…”(QS. Saba:28). Kemudian agama Islam juga adalah agama yang menyeluruh, ajarannya mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan manusia; aspek ruh, jasad, dan akal.”…Dan kami turunkan alquran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”(QS. An-Nahl:89). Selain itu juga Islam adalah agama yang fleksibel. Mampu menjawab tantangan dan pertanyaan seiring dengan lajunya perkembangan zaman (shâlihun likulli zamân wa makân).
Sebagai salah satu upaya dalam merealisasikan aspek fleksibilitas Islam, maka Rasulullah sallalâhu alahi wasallam membolehkan kepada para sahabat untuk berijtihad. Hal inilah yang dijadikan salah satu landasan para mujtahid dalam berijtihad mengenai suatu hukum yang tidak terdapat dalam nash shorih mengenai penetapan hukumnya.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Al-Quran, Sunah, Ijm’a, dan Qiyas merupakan sumber hukum Islam yang muttafaq alaih. Kemudian kita juga mengenal adillah mukhtalaf fîhâ yang merupakan produk ijtihad. Keabsahannya untuk dijadikan sumber hukum masih dipertentangkan. Salah satu dari adillah mukhtalaf tersebut adalah sadd adz dzarâi’.
Dalam tulisan yang sederhana ini penulis akan mencoba mengulas beberapa permasalahan mengenai sadd adz dzarâi’ sebagai salah satu sumber dalam penetapan hukum Islam.
II. Definisi Sadd adz-Dzarâi’
1. Definisi secara etimologi.
Sadd adz-dzarâi’ terdiri dari dua kata. Sadd dan adz-dzarâi’. Kata sadd dapat kita artikan mencegah (al-man’u, al-hasmu), dan adz-dzarâi’ adalah bentuk jamak dari kata dzarî’ah. Secara etimologi, kata dzarî’ah memiliki arti at taharruk wa al imtidâd. Sesuatu yang menunjukan adanya perubahan. Dalam bahasa Arab kata dzarî’ah biasa digunakan dalam makna hal-hal berikut ini:
a. Sebab. Orang Arab biasa mengungkapkan fulânun dzarî’atî ilaika.
b. Perantara. Seperti ungkapan mereka: faman tadzarra’a bidzarî’atin faqad tawassala biwasîlatin.
c. Kata dzarî’ah juga biasa difungsikan sebagai seekor unta yang dijadikan tempat persembunyian seorang pemanah, agar ia berhasil memanah binatang buruannya dari jarak yang dekat.
d. Kata dzarî’ah biasa difungsikan juga sebagai sebuah halaqoh atau perkumpulan orang yang belajar memanah.
Dari empat definisi dzarî’ah secara etimologi di atas dapat disimpulkan bahwa dzarî’ah adalah segala sesuatu yang dijadikan perantara menuju sesuatu yang lain.
2. Definisi secara terminologi.
Ketika kita membaca buku-buku yang membahas masalah dzarâi’, maka kita akan menemukan bahwa secara terminologi para ahli ushul, dzara’i memiliki dua definisi. Yaitu definisi secara umum dan definisi secara khusus.
a. Definisi Umum.
Dzarâi’ ialah segala sesuatu yang dijadikan perantara, baik itu sesuatu yang hukumnya halal ataupun haram. Dari definisi ini mencakup tiga hal yaitu: Pertama; perpindahan dari sesuatu yang hukumnya boleh kepada hal yang dibolehkan (mubah). Kedua; perpindahan dari sesuatu yang hukumnya haram kepada hal yang diharamkan. Ketiga; perpindahan dari sesuatu yang hukumnya boleh kepada hal yang diharamkan atau sebaliknya. Dari sini maka munculah sebuah kaidah fath adz-dzarâi’ dan sadd adz-dzarâi’. Membolehkan segala perantara yang akan mengantarkan kepada kemaslahatan dan mencegah atau mengharamkan segala perantara yang akan mengantarkan kepada mafsadat. Mengenai hal ini al-Qurâfi berkata: ”Ketahuilah bahwa dzarî’ah itu, sebagaimana ia harus ditutup pintunya, ia juga harus dibuka selebar-lebarnya. Karena segala perantara yang mengantarkan kepada sesuatu yang haram, hukumnya haram. Begitu juga dengan sesuatu yang wajib. Dan bahwasanya adanya hukum itu berdasarkan dua hal. Maqâshid dan wasâil. keduanya memiliki ketetapan hukum yang sama….”
b. Definisi Khusus.
Maksud dari definisi khusus di sini ialah definisi dzarâi’ secara terminologi yang menjadi pertentangan para ulama. Ada yang membolehkan dan ada juga yang melarangnya.
Beberapa ulama yang mendefinisikan dzarâi’ secara terminologi khusus
• al-Qâdli Abdul Wahâb, al-Bâjî, dan Ibnu Rusyd mendefinisikan bahwa dzarâi’ ialah sesuatu yang hukumnya boleh, tapi jika dilakukan kemungkinan besar akan mengantarkan kepada sesuatu yang haram.
• Menurut al-Qurthubi dzarâi’ ialah sesuatu yang hukumnya boleh, tapi jika dilakukan khawatir akan menjerumuskan kepada hal yang haram.
• Sementara menurut imam asy-Syathibi hakikat dzarâi’ ialah bertawasul dengan sesuatu yang maslahat kepada hal yang mengandung unsur mafsadat.
Dari ketiga definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa para ulama sepakat dengan istilah dzarâi’ secara terminologi khusus adalah suatu perantara yang hukum asalnya boleh. Adapun perantara yang hukumnya haram, bukanlah dzarâi’ yang dimaksud dalam definisi ini.
III. Pembagian Sadd adz-Dzarâi’
Setiap perbuatan yang akan mengantarkan kepada mafsadat, ada yang hukum asalnya haram, dan ada juga yang hukumnya boleh. Adapun yang hukum asalnya haram, para ulama tidak mempertentangkan mengenai ketetapan hukumnya. Seperti minum khamar yang akan menyebabkan mabuk dan merusak akal manusia. Hal ini tidak termasuk dalam pembahasan sadd adz-dzarâi’. Hal yang menjadi objek pembahasan kita mengenai sadd adz dzarâi ialah segala sesuatu yang hukum asalnya boleh tapi akan mengantarkan kepada mafsadat, sebagaimana yang telah di singgung dalam definisi secara terminologi khusus. Dalam bukunya al Wajîz fî Ushûl al Fiqh, Dr. Abdul Karîm Zaidan membaginya kepada tiga bagian:
1. Dzarâi yang akan mengantarkan pada maslahat yang lebih dominan dibandingkan dengan mafsadatnyatnya. Seperti melihat calon istri dan menanam anggur. Hal ini tidak dilarang oleh syari’at, karena maslahatnya lebih dominan dari pada mafsadat yang akan terjadi.
2. Dzarâi’ yang akan mengantarkan pada mafsadat yang dominan dibandingkan maslahatnya. Seperti menjual senjata (alat-alat perang) ketika masa-masa perang, menyewakan rumah kepada orang yang akan menggunakannya sebagai tempat maksiat.
3. Dzarâi’ yang akan mengantarkan pada mafsadat, dengan memanfaatkannya bukan pada tujuan yang sebenarnya. Seperti pernikahan yang dijadikan wasilah dihalalkannya istri yang telah di talak bain dan jual beli ajal.
Poin kedua dan ketiga ini menjadi objek pertentangan di kalangan para ulama. Madzhab Malikiyah dan Hanabilah mengharamkannya, dengan landasan sadd adz-dzarâi’. Sementara madzhab yang lainnya seperti Syafi’iyah dan Dzahiriyah tidak mengharamkannya, dengan landasan hukum asal dari perbuatan tersebut adalah boleh, maka hukumnya tidak berubah menjadi haram hanya karena ada ihtimal (kemungkinan) menyebabkan mafsadat.
Sementara Imam asy-Syathibi menambahkan satu poin dari ketiga pembagian di atas, yaitu dzarâi’ yang akan mengantarkan kepada mafsadat yang qoth’i (pasti). Seperti menggali sumur di belakang pintu rumah dalam keadaan gelap. Karena dapat dipastikan ada orang yang terperosok kedalamnya. Maka para ulama sepakat bahwa perbuatan tersebut haram, sama saja dengan membunuh orang dengan sengaja.
Dengan kata lain; berdasarkan mauqif ulama terhadap sadd adz dzarâi’, ada tiga pembagian. Dzarâi’ yang disepakati keharamannya oleh para fuqaha, dzarâi’ yang disepakati kebolehannya, dan dzarâi’ yang masih dipertentangkan.
IV. Pendapat Para Ulama Terhadap Keabsahan Sadd adz-Dzarâi’ Sebagai Dalil
Tujuan asal dari sadd adz-dzarâi’ adalah untuk menciptakan suatu maslahat dan menghindari mafsadat. Ia ibarat penguat bagi maslahah mursalah yang diterapkan secara khusus sebagai mashâdir tasyrî’i oleh Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal. Maka tidak heran jika madzhab yang menjadikan sadd adz-dzarâi’ sebagai salah satu mashâdir tasyrî’i adalah madzhab Malikiyah dan Hanbaliyah. Hanya saja Imam Malik lebih banyak menggunakannya dari pada Imam Ahmad. Bahkan Ibnu al-Qayyim mengatakan bahwa sadd adz dzarâi’ adalah rub’u ad-dîn. Sementara Imam Syafi’i, Abu Hanifah, dan golongan Syi’ah menyepakatinya dalam beberapa masalah saja. Adapun Ibnu Hazm adz Dzhâhiri mengingkarinya secara mutlak. Di antara bukti yang menjelaskan bahwa Imam Syafi’i mengambil sadd adz dzara’i sebagai salah satu dalil dapat kita lihat dalam kitab al-Umm. Salah satunya dijelaskan bahwa beliau terkadang meninggalkan udlhiyyah (ibadah kurban), untuk menghindari anggapan bahwa hal tersebut hukumnya wajib.
Landasan (Alasan) yang menerima sadd adz dzarâi’ sebagai dalil
1. Naqli
- Al-Quran
a. “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka, kemudian kepada tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”. (QS. Al-An’âm :108)
b. “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengatakan (kepada Muhammad) “râ’ina”, tetapi katakanlah “unzhurnâ”, dan dengarlah. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih” (QS. Al-Baqarah:104).
- Sunah
a. Rasulullah Saw. melarang membunuh orang munafik, padahal jika dilakukan tentu ada unsur mashlahat, namun unsur mashlahat tersebut dikalahkan oleh unsur mafsadat yang akan timbul. Yaitu akan mengakibatkan perginya kaum dari agama Islam dengan anggapan bahwa Rasulullah Saw. telah membunuh sahabatnya. Lebih dari itu ia akan berimplikasi kepada phobinya orang-orang yang belum masuk Islam.
b. Rasulullah Saw. melarang kepada orang yang dihutangi untuk menerima hadiah dari yang berhutang padanya. Khawatir hal tersebut mendekati riba.
c. Rasulullah Saw. bersabda: “Tinggalkanlah hal yang membuatmu ragu dan lakukanlah hal yang tidak kamu ragukan”(d’a mâ yurîbuka ilâ mâ lâ yurîbuka”)
d. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya di antara dosa besar itu adalah seseorang melaknat orang tuanya. Para sahabat bertanya, wahai Rasulullah bagaimana seseorang melaknat orang tuanya sendiri? Rasulullah menjawab: seseorang yang mencela orang tua saudaranya, maka orang tersebut akan membalasnya dengan mencela kembali orang tua pencela tersebut”.
- Fatwa Sahabat
a. Para sahabat menetapkan bahwa wanita yang ditalak oleh suaminya yang sakit yang menyebabkan kematian (fî maradl al maut), mereka tetap mendapatkan warisan. Karena dikhawatirkan penthalakan tersebut bertujuan agar si istri tidak mendapatkan warisan (hirmân al-irtsi). Meski dalam kenyataannya si suami tersebut tidak berniat demikian.
b. Para sahabat bersepakat untuk mengqishash para pelaku pembunuhan dengan keroyokan, walaupun yang di bunuh hanya satu orang (qatlu aljamâ’ah bi al wâhid. Pada dasarnya hal ini tidak sesuai dengan aturan qishash, namun ditetapkannya hal tersebut sebagai sadd adz dzarî’ah (agar tidak menimbulkan pertumpahan darah).
2. Kaidah Fikih
Dar`ul mafâsid muqaddamun ‘alâ jalbi al mashâlih.
3. Aqli
Secara logika, ketika seseorang membolehkan sesuatu, maka otomatis ia akan membolehkan juga segala perantara yang akan mengantarkan kepada hal tersebut. Begitupun sebaliknya. Hal ini senada dengan ungkapan Ibnu Qayyim dalam kitab i’lâm al mûqi’în: ”Ketika Allah mengharamkan sesuatu, maka Allah akan mengharamkan segala perantaranya. Jika membolehkanya, tentu hal ini bertolak belakang dengan tetapnya keharaman tersebut…”
Landasan (alasan) yang tidak menghukumi sadd adz dzarâi’ sebagai dalil
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa di antara yang tidak menghukumi sadd adz dzarâi’ sebagai dalil adalah Imam Syafi’i dan Ibnu Hazm. Maka dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan beberapa argumen dari keduanya.
-Mauqif Imam Syafi’i terhadap sadd adz dzarâi’
a. Beliau berpendapat bahwa ketetapan hukum itu berdasarkan sesuatu yang bersifat dzahir, bukan berdasarkan sesuatu yang maknawi atau yang sifatnya dzhanni. Dalam suatu ayat Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Rasulullah Saw: ”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”(QS. Al-Isra:36).
b. Beliau berpendapat bahwa suatu hukum tidak batal dengan sesuatu yang belum jelas. Beliau mencontohkan dengan orang yang membeli pedang dengan tujuan mempergunakannya untuk membunuh. Maka hukum jual beli tersebut sah, tapi niatnya yang tidak boleh. Niat tersebut tidak membatalkan jual beli. Bahkan jual beli tersebut tetap sah, ketika ternyata si pembeli tadi benar-benar menggunakannya untuk membunuh.
Selain itu juga, imam Syafi’i tidak menjadikan produk ijtihad sebagai sumber dalil kecuali qiyâs.
-Penolakan Ibnu Hazm terhadap penetapan sadd adz dzarâi’ sebagai dalil, karena sadd adz dzarâi’ itu sendiri adalah salah satu produk hukum yang melibatkan akal (bâb min abwâb al ijtihâd ar ra`yi). Sementara Ibnu Hazm adalah ‘aduwu ar ra`yi. Kemudian Ibnu Hazm juga sepakat dengan pendapat Imam Syafi’i bahwa halal dan haramnya sesuatu tidak bisa ditetapkan oleh sesuatu yang bersifat dzhanny.
V. Pengaruh sadd adz Dzarâi’ terhadap Ikhtilaf para Fuqaha
Ketika terjadi perbedaan pendapat mengenai keabsahan sadd adz dzara’i sebagai dalil, maka ketika itu juga para fuqaha berbeda pendapat dalam menetapkan suatu hukum yang berkaitan dengan permasalahan fur’u dalam fiqih. Banyak sekali masâil fiqhiyah mengenai hal ini. Akan tetapi, penulis hanya akan memberikan dua contoh saja.
a. Hukum membayarkan zakat bagi mayit yang belum menunaikan zakat
* Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa jika si mayit berwasiat untuk membayarkannya, maka ahli waris harus membayarkannya sepertiga dari tirkah, seperti halnya wasiat. Namun jika si mayit tidak berwasiat, maka ahli waris tidak berkewajiban untuk membayarnya. Adapun alasan imam Malik adalah sadd adzarî’ah. Karena jika ahli waris wajib membayarkannya, dikhawatirkan semua orang akan menangguhkan zakatnya sampai akhir hayatnya. Tentu hal ini merupakan dlarar bagi ahli waris. Sementra Imam Abu Hanifah berhujjah bahwa zakat adalah ibadah yang mensyaratkan adanya niat, maka hal tersebut gugur dengan kematian orang yang bersangkutan.
* Imam Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa zakat tersebut harus dibayarkan oleh ahli waris dari harta yang ditinggalkan si mayit (tirkah). Baik si mayit mewasiatkan ataupun tidak. Hujjah Imam Syafi’i dan Ahmad adalah mengkiaskan zakat dengan hutang dan ibadah haji. Tidak gugur dengan matinya orang yang bersangkutan dan dibayarkan dari seluruh tirkahnya (bukan sepertiganya). Kemudian juga karena berpegang pada dalil “fadainuLlah ahaqqu an yuqdlâ”
b. Hukum nikah orang sakit (sakit yang menimbulkan kematian)
* Imam Malik berpendapat bahwa nikahnya tidak sah.
Alasan Imam Malik adalah sadd adz dzarâi’. Karena dengan menikah, berarti ahli waris akan bertambah. Hal ini diperkirakan akan menimbulkan kemadaratan bagi ahli waris yang lain. Sebab tidak menutup kemungkinan ada ahli waris yang termahjub dengan hadirnya ahli waris yang baru. Sementara Ibnu Rusyd berpendapat bahwa tidak sahnya nikah orang yang sakit adalah salah satu dari maslahah mursalah.
*Imam Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa nikahnya sah, dengan syarat maharnya adalah mahar mitsli. Dan tidak sah nikahnya kalau lebih dari mahar mitsli. Dalam kitab al mughni, Ibnu Qudamah berkata:”jika seorang laki-laki yang sakit menikahi seorang perempuan yang mahar mitslinya lima, namun ia memberinya mahar sepuluh, sementara ia tidak memiliki harta selain harta yang dijadikan mahar itu. Kemudian laki-laki tersebut mati, maka selebihnya dari mahar mitsli yang telah diberikan, tidak berhak dimiliki oleh istri tersebut, karena hal ini menyerupai wasiat, dan ahli waris tidak berhak menerima harta wasiat.”(lâ washiyata liwâritsin).
Adapun hujjah yang menyatakan bahwa nikahnya sah, adalah :
- dikiaskan dengan jual beli. Karena keduanya sama-sama aqdun mu’âwadlah.
- dikiaskan dengan hukum nikah ketika dalam kondisi sehat.
- Imam syafi’i menguatkannya dengan beristidlal kepada perbuatan sahabat. Yaitu permohonan Mu’adz din Jabal ketika beliau sakit yang mengantarkannya pada kematian. Saat itu Mu’adz berkata:”nikahkanlah aku, agar ketika aku berjumpa dengan Allah swt. tidak dalam keadaan membujang”.
VI.Penutup
Pada akhir tulisan ini, penulis menemukan satu benang merah dari permasalahan di atas, bahwa sadd adz dzarâ’i merupakan salah satu usul sohihah yang dikuatkan oleh syara, tidak bertentangan dengan nash, juga muayyadun bi al ‘aqli. Karena sadd adz dzazâi’ itu sendiri merupakan salah satu pilar dari maqâshid syari’ah.

PERKEMBANGAN ISLAM DI RIAU

KATA PENGANTAR




Puji syukur tak bosan kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang mana atas berkat rahmat beliaulah kami dapat menyelesaikan makalah ini.Makalah ini bukanlah makalah yang yang sempurna, yang mana di dalamnya masih terdapat banyak kekurangan serta kelemahan Oleh karena itu kritik dan saran yang Bersifat membangun sangatlah kami harapkan, Demi penyempurnaan makalah ini di lain waktu dan kesempatan.










Penulis,




Syaifuddin.dkk
















BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perkembangan Agama Islam Di Indonesia sangatlah di pengaruhi oleh para tokoh-tokoh atau para pemuka agama jaman dahulu,khususunya para wali yang kita kenal sebagai Wali Songo atau dalam bahasa indonesi artinya sembilan wali.Tapi, bagaimana dengan perkembangan Islam di Riau?
Untuk menjawab pertanyaan ini,kita perlu melihat-lihat dan mengobservasi sejarah yang berkaitan dengan peninggalan – peninggalan sejarah islam di Riau itu sendiri seperti Masjid dan selain itu sejarah kerajaan-kerajaan islam yang ada di Riau itupu perlu kita pelajari dan kita kaji,agar nantinya kita bias mengambil kesimpulan tentang bagaimana perkembangan Islam di Riau.
2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah sebatas terhadap beberapa hal penting yang berhubungan dengan perkembangan Islam di Riau,Yaitu :
1) Kerajaan-kerajaan Islam Di Riau
2) Situs – situs peninggalan sejarah Islam di Riau

3. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan kami dalam penyusunan makalah yang berjudul “Perkembangan Islam Di Riau” adalah :
1. Untuk menambah pengetahuan Penulis dan Pembaca tentang perkembangan islam di Riau pada umumnya.
2. Untuk menambah pengetahuan pembaca, tentang beberapa bukti pengembangan ajaran Islam Di Riau, yang di buktikan dari data-data situs peninggalan sejarah islam di Riau.
3. Untuk menambah wawasan tentang tatanan kehidupan masyrakat Riau yang matoritas bercorak Islam.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Sarana Masuknya Islam (Jalur pendidikan)
Sejarah mencatat bahwa pendidikan Islam di Indonesia memiliki karakeristik yang unik.Pada era kolonial, pendidikan Islam didirikan dengan ‘modal dengkul’ dari para ulama dan semangat warga.Hal itu sebagai upaya untuk menandingi keberadaan pendidikan sekuler yang dijalankan oleh pemerintah Belanda. Tak ada uluran tangan dari pemerintah kolonial dalam bentuk apapun. Sehingga kentara sekali jika pendidikan Islam menjadi anak tiri bahkan ‘anak haram’ pada saat itu. Hal ini antara lain direkam oleh Manfred Ziemek (1986) dan Siok Cheng Yeoh (1994).
Dalam konteks itu, pendidikan Islam di Riau memiliki kesamaan sejarah dengan daerah lain dan inilah yang menjadi dasar dari perkembangan agama Islam Di Riau.Ia didirikan dengan semangat dakwah Islam sebagaimana kita temukan di daerah Kabupaten Indragiri Hilir ataupun daerah lainnya.
B. Sejarah kerajaan Islam Riau dan pengaruhnya bagi penyebaran Islam.
Salah satu bentuk bukti-bukti penyebaran dan perkembangan agama islam di Riau adalah dengan mengetahui beberapa sejarah penting tentang kerajaan Islam di Riau.
a) Kesultanan Riau-Lingga
Kesultanan Riau-Lingga adalah kerajaan Islam yang berpusat Kepulauan Lingga yang merupakan pecahan dari Kesultanan Johor. Kesultanan ini dibentuk berdasarkan perjanjian antara Britania Raya dan Belanda pada tahun 1824 dengan Sultan Abdul Rahman Muadzam Syah sebagai sultan pertamanya. Kesultanan ini dihapuskan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 3 Februari 1911.
Wilayah Kesultanan Riau-Lingga mencakup provinsi Kepulauan Riau modern, tapi tidak termasuk provinsi Riau yang didominasi oleh Kesultanan Siak, yang sebelumnya sudah memisahkan diri dari Johor-Riau.

Kesultanan ini memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa Melayu hingga menjadi bentuknya sekarang sebagai bahasa Indonesia. Pada masa kesultanan ini bahasa Melayu menjadi bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia, yang kaya dengan susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan Melayu-Bugis.
Riau-Lingga pada awalnya merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, dan kemudian Kesultanan Johor-Riau. Pada 1811 Sultan Mahmud Syah III mangkat. Ketika itu, putra tertua, Tengku Hussain sedang melangsungkan pernikahan di Pahang. Menurut adat Istana, seseorang pangeran raja hanya bisa menjadi Sultan sekiranya dia berada di samping Sultan ketika mangkat. Dalam sengketa yang timbul Britania mendukung putra tertua, Husain, sedangkan Belanda mendukung adik tirinya, Abdul Rahman. Traktat London pada 1824 membagi Kesultanan Johor menjadi dua: Johor berada di bawah pengaruh Britania sedangkan Riau-Lingga berada di dalam pengaruh Belanda. Abdul Rahman ditabalkan menjadi raja Riau-Lingga dengan gelar Sultan Abdul Rahman Muadzam Syah, dan berkedudukan di Kepulauan Lingga.

Sultan Hussain yang didukung Britania pada awalnya beribukota di Singapura, namun kemudian anaknya Sultan Ali menyerahkan kekuasaan kepada Tumenggung Johor, yang kemudian mendirikan kesultanan Johor modern.

Pada tanggal 7 Oktober 1857 pemerintah Hindia-Belanda memakzulkan Sultan Mahmud IV dari tahtanya. Pada saat itu Sultan sedang berada di Singapura. Sebagai penggantinya diangkat pamannya, yang menjadi raja dengan gelar Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah. Jabatan raja muda (Yang Dipertuan Muda) yang biasanya dipegang oleh bangsawan keturunan Bugis disatukan dengan jabatan raja oleh Sultan Abdul Rahman II Muadzam Syah pada 1899. Karena tidak ingin menandatangani kontrak yang membatasi kekuasaannya Sultan Abdul Rahman II meninggalkan Pulau Penyengat dan hijrah ke Singapura. Pemerintah Hindia Belanda memakzulkan Sultan Abdul Rahman II in absentia 3 Februari 1911, dan resmi memerintah langsung pada tahun 1913.

b) Kesultanan Riau-Lingga
Daik Lingga,Daik (Bekas Pusat Kerajaan Riau Lingga)

Daik, dahulunya hampir selama seratus tahun menjadi pusat kerajaan Riau-Lingga, sekarang menjadi ibu kota Kecamatan Lingga, Kabupaten Kepulauan Riau.
Kota Daik yang terletak di sungai Daik, hanya dapat dilalui perahu atau kapal motor di waktu air pasang. Kalau air surut, sungai Daik mengering dan tak dapat dilalui. Perhubungan lainnya adalah melalui jalan darat ke desa Resun di sungai Resun. Dari sana melalui sungai itu terus ke muara (Pancur) yang terletak di pantai utara pulau Lingga, berseberangan dengan Senayang.

Selama seratus tahun Daik menjadi pusat kerajaan, tentulah terdapat berbagai peninggalan sejarah dan sebagainya. Raja-raja kerajaan Riau-Lingga yang memerintah kerajaan selama periode pusat kerajaan di Daik Lingga yaitu : Sultan Abdurakhman Syah (1812-1832), Sultan Muhammad Syah (1832-1841), Sultan Mahmud Muzafar Syah (1841-1857), Sultan Sulalman Badrul Alam Syah II (1857-1883) dan Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1883-1911).
Mesjid Jamik Daik

Mesjid Jamik terletak di kampung Darat, Daik Lingga, dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Riayat Syah (1761-1812) pada masa awal beliau memindahkan pusat kerajaan dari Bintan ke Lingga. Sumber tempatan menyebutkan bahwa bangunan mesjid ini dimulai sekitar tahun 1803, dimana bangunan aslinya seluruhnya terbuat dari kayu. Kemudian setelah Mesjid Penyengat selesai dibangun, maka bangunan Mesjid Jamik ini dirombak dan dibangun lagi dari beton.

Mesjid ini di dalam ruang utamanya tidaklah mempergunakan tiang penyangga kubah atau lotengnya. Pada mimbarnya terdapat tulisan yang terpahat dalam aksara Arab-Melayu (Jawi), berisi : “Muhammad SAW. Pada 1212 H hari bulan Rabiul Awal kepada hari Isnen membuat mimbar di dalam negeri Semarang Tammatulkalam.” Tulisan ini memberi petunjuk, bahwa mimbar yang indah ini dibuat di Semarang, Jawa Tengah dengan memasukan motif-motif ukiran tradisional Melayu.

c) Kerajaan Indragiri
Indragiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu “Indra” yang berarti mahligai dan “Giri” yang berarti kedudukan yang tinggi atau negeri, sehingga kata indragiri diartikan sebagai Kerajaan Negeri Mahligai Kerajaan Indragiri diperintah langsung dari Kerajaan Malaka pada masa Raja Iskandar yang bergelar Narasinga I. Pada generasi Raja yang ke 4 (empat) barulah istana Kesultanan Indragiri didirikan oleh Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin bergelar Nara Singa II beristerikan Putri Dang Purnama, bersamaan didirikannya Rumah Tinggi di Kampung Dagang.
Raja-Raja Kerajaan Indragiri
Adapun Silsilah dari Kerajaan ini sebagai berikut :
1. Raja Kecik Mambang alias Raja Merlang I. Memerintah pada tahun 1298 - 1337, beliau adalah Sultan Indragiri pertama yang merupakan Putra Mahkota dari Kerajaan Melaka
2. Raja Iskandar alias Nara Singa I. Memerintah pada tahun 1337 - 1400 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua
3. Raja Merlang II bergelar Sultan Jamalluddin Inayatsya. Memerintah pada tahun 1400 - 1473 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tiga.
4. Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin bergelar Nara Singa II. Memerintah pada tahun 1473 - 1452 M dan merupakan Sultan Indragiri ke empat, dimakamkan di Pekan Tua / Kota Lama.
5. Sultan Usulluddin Hasansyah. Memerintah pada tahun 1532 - 1557 M dan merupakan Sultan Indragiri ke lima.
6. Raja Ahmad bergelar Sultan Mohamadsyah. Memerintah pada tahun 1557 - 1599 M dan merupakan Sultan Indragiri ke enam.
7. Raja Jamalluddin bergelar Sultan Jammalludin Keramatsyah. Memerintah pada tahun 1559 - 1658 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tujuh.
8. Sultan Jamalluddin Suleimansyah. Memerintah pada tahun 1658 - 1669 M dan merupakan Sultan Indragiri ke delapan.
9. Sultan Jamalluddin Mudoyatsyah. Memerintah pada tahun 1669 - 1676 M dan merupakan Sultan Indragiri ke Sembilan.
10. Sultan Usulluddin Ahmadsyah. Memerintah pada tahun 1676 - 1687 M dan merupakan Sultan Indragiri ke sepuluh.
11. Sultan Abdul Jalilsyah. Memerintah pada tahun 1687 - 1700 M dan merupakan Sultan Indragiri ke sebelas.
12. Sultan Mansyursyah. Memerintah pada tahun 1700 - 1704 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua belas.
13. Sultan Modamadsyah. Memerintah pada tahun 1704 - 1707 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tiga belas.
14. Sultan Musafarsyah. Memerintah pada tahun 1707 - 1715 M dan merupakan Sultan Indragiri ke empat belas.
15. Raja Ali bergelar Sultan Zainal Abidin Indragiri. Pada awalnya beliau merupakan Mangkubumi Indragiri kemudian menjadi Sultan Indragiri ke lima belas yang memerintah pada tahun 1715 - 1735 M dan dimakamkan di Kota Lama.
16. Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah. Memerintah pada tahun 1735 - 1765 M dan merupakan Sultan Indragiri enam belas. Dimakamkan di Kampung Tambak sebelah hilir Kota Rengat.
17. Raja Kecik Besar bergelar Sultan Sunan. Memerintah pada tahun 1765 - 1784 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tujuh belas. Dimakamkan di Mesjid Daik Riau
18. Sultan Ibrahim. Memerintah pada tahun 1784 - 1815 M dan merupakan Sultan Indragiri ke delapan belas. Ia adalah yang mendirikan kota Rengat dan pernah ikut dalam perang Teluk Ketapang untuk merebut kota melaka dari tangan Belanda pada tanggal 18 Juni 1784. Dimakamkan di Mesjid Raya Rengat
19. Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu. Memerintah pada tahun 1815 - 1827 M dan merupakan Sultan Indragiri ke sembilan belas, beliau pernah bertapa di puncak Gunung Daik.
20. Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal. Memerintah pada tahun 1827 - 1838 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh.
21. Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah. Memerintah pada tahun 1838 - 1876 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh satu.
22. Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah. Memerintah pada tahun 1876 M - hanya seminggu naik tahta kerajaan kemudian meninggal dunia karena sakit dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh dua.
23. Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan Husinsyah. Memerintah pada tahun 1877 - 1883M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua tiga. Dimakamkan di Raja Pura ( Japura)
24. Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah. Memerintah pada tahun 1887 - 1902 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh empat. Dimakamkan di Mesjid Raya Rengat
25. Raja Uwok. Sebagai Raja Muda Indragiri, memangku pada tahun 1902 - 1912 M.
26. Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah. Memerintah pada tahun 1912 - 1963 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh lima. Oleh T.N.I diberikan pangkat Mayor Honorair TNI dengan surat penetapan Panglima T.N.I No. 228/PLM/Pers/1947 tanggal 11 Desember 1947

C) Situs-situs peninggalan sejarah Islam di Riau
Salah satu bukti nyata dari perkembangan dan penyebaran agama Islam di Riau dapat kita lihat dari Situs-situs peninggalan sejarah islam di Riau Seperti :
a. Masjid Raya Nur Alam Senapelan Tonggak Sejarah Islam Pekanbaru

Sebuah bangunan masjid megah yang didominasi warna kuning di daerah Senapelan. Bangunan tempat ibadah kaum muslimin seluas 60 X 80 meter itu dikenal dengan nama Masjid Raya Nur Alam. Sejarah nama Masjid Raya Nur Alam yang juga dijuluki Masjid Alam ini, diambil dari nama kecil Sultan Alamudin yaitu Raja Alam. Dimana upacara menaiki bangunan ini dilakukan pada salat Jum'at yang dipimpin oleh menantu Sultan Alamudin yaitu Imam Syaid Oesman Syahabuddin, menantu Sultan Alamuddin, ulama besar kerajaan Siak.Bangunan Masjid bersejarah itu terlihat masih berdiri kokoh di sudut kota Pekanbaru.

Menurut sejarah rilisan takmir masjid ini, pada tahun 1762 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahan kerajaan Siak Sri Indrapura dari Mempura Besar ke Bukit Senapelan. Bukit Senapelan selanjutnya dikenal sebagai Kampung Bukit. Dalam tradisi melayu, sebuah istana kerajaan hendaknya dibangun bersama balai rapat dan masjid. Prasyarat tradisi itu merupakan perwujudan dari filosofi ôTali Berpilin Tigaö dimana dasar sebuah tata masyarakat melayu adalah adanya unsur pemerintah, adat dan agama. Secara bentuk, bangunan Masjid Raya Pekanbaru telah mengalami berbagai ubahan Awalnya masjid hanya berukuran kecil dan terbuat dari kayu, menurut Dadang, salah satu pengurus masjid. Arsitektur bangun masjid ini masih asli. Masjid ini hanya mengalami pelebaran saja, mengingat umat muslim yang beribadah di masjid ini ini terus bertambah. Masjid yang berdiri di luas tanah tanah sekitar setengah hektare ini, memiliki nilai arsitektur tradisional yang amat menarik. Bangunan religius yang merupakan peninggalan kerajaan Siak dan merupakan masjid batu pertama yang dibangung di Pekanbaru. tdak banyak orang mengetahui, komplek masjid inilah nama Pekanbaru bermula.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah (1766-1779), komplek kerajaan ini mengalami kemajuan pesat. Sebagai sebuah pusat pemerintahan, dibangunlah sarana pendukung ekonomi berupa pasar. Islam dalam catatan banyak sejarawan disebarkan oleh kalangan pedagang. Pasar yang saat itu disebut sebagai ôPekanö sudah ada sebelumnya di komplek itu. bangunan pasar baru itu saat itu dinamakan sebagai ôPekan Baharoeö. Pada perkembanganya, kelaziman nama itu menjadi Pekanbaru dan menjadi nama kota ini hingga kini.Masjid sebagai pusat kebudayaan islam kental sekali terlihat. Seperti pada zaman awal islam, masjid juga digunakan sebagai tempat untuk mengambil sumpah bagi orang yang akan memeluk agama dan keyakinan islam.

Pada saat tribun berkunjung, H. Azhar Kasim, salah satu Imam masjid tengah mengambil sumpah dalam dua kalimat syahadat dua orang warga Rumbai. NiÆu Delau dan Feni Lase, misalnya.Dua orang warga Rumbai ini menyatakan memeluk agama islam, dan mengucap dua kalimat syahadat di masjid raya Pekanbaru ini. Imam masjid, H.Azhar Kasim, yang mengislamkan dua perantau asal Nias itu berpesan beberapa hal. Secara umum, rukun iman dan rukun islam menjadi nasehat awal kepada Niu dan Feni. ôIslam itu agama yang universal dan sesuai dengan nurani manusiaö ujar Azhar. Menurutnya, tidak ada perantara dalam hubungan antara pencipta dengan hambanya dalam islam. Disamping itu, ia juga menegaskan kepada dua muallaf itu, agar dalam memeluk islam bukan karena adanya pemaksaan.Kedepan, masjid bersejarah yang sedang dipugar ini akan difungsikan sebagai pusat kajian dan kebuadyaan islam. Sebuah Islamic centre akan dibangun. Dengan pembebasan tanah seluas 3,5 hektare, komplek Islamic Center ini akan mengakomodir kebutuhan bermasyarakat umat islam secara luas. Gedung serbaguna, pasar, pelabuhan hingga amphitheater akan dibangun guna mesukseskan tujuan revitalisasi masjid ini. 3 zona terbagi dalam rancang bangun kawasan masjid. Zona satu berupa Masjid sebagai tempat ibadah. Zona dua berupa Islamic center mewakili balai kerapatan, dan zona tiga adalah pelabuhan mewakili area istana. Ketiga zona tersebut, menurut pengurus masjid merupakan perwujudan filosofi tiga berpilin yang menjadi nafas kerajaan melayu.Terletak tak jauh dari pusat perbelanjaan Pasar Bawah di Kecamatan Senapelan, di komplek masjid saksi dari penyebaran awal agama islam ini terdapat komplek makam.
Selain tempat ibadah, pada bulan tertentu, Masjid Raya juga dijadikan salah satu objek wisata religius andalan kota Pekanbaru. Wisatawan domestik maupun luar negeri acapkali berkunjung ke masjid itu. Prosesi adat mandi menjelang bulan puasa ôMandi Balimauö adalah salah satu tradisi menjelang ramadhan yang oleh pemerintah setempat dijadikan salah satu andalan sektir wisata. Mandi menjelang bulan ramadhan juga dikenal dibeberapa tempat lain. Dalam tradisi jawa, tradisi mandi yang diadaptasi dari kebiasaan pada sebelum islam itu dikenal sebagai ôpadusanö. Berbeda dengan padusan, mandi balimau menggunakan beberapa jenis rempah, akar-akaran, dan buah limau sebagai campuran air. Mandi balimau yang didaerah Kampar dinamakan dengan Belimau Kasai ini kemudian dikemas sebagai agenda wisata dan dkenal sebagai ôPetang Megangö.Peziarah dan pengunjung maupun wisatawan dalam maupaun dan luar negeri, acapkali datang berkunjung. Peziarah dari berbagai penjuru umumnya datang untuk berdoa di komplek makam Sultan Siak. Menurut Dadang, yang juga mengurus komplek makam. Komplek makam memang terbuka untuk peziarah umum.
b. Masjid Arrahman Tertua ke2 di Pekanbaru

Ternyata, setelah mendengar cerita seorang kakek yang bernama Ibrahim salah satu saksi hidup berdirinya Mesjid Arrahman Pekanbaru Riau. Ia bercerita bahwa Masjid yang berada di persimpangan jalan Soedirman dan Jalan Nangka Pekanbaru ini "katanya" adalah masjid tertua kedua di Kota Pekanbaru

Dijelaskannya, lokasi bangunan Masjid Ar-Rahman merupakan tanah wakaf dari Raden Sastro Pawiro Djaya Diningrat. Pembangunan masjid ini dilakukan dengan swadaya masyarakat yang berada di sekitar Jalan Sumatera dan wilayah Pekanbaru hingga ke Tangkerang. Namun begitu, Raden Sastro merupakan donatur terbesar dan yang berperan penting dalam pembangunan masjid ini.


"Raden Sastro memiliki banyak jasa dengan masjid ini, karena dialah yang memberikan konstribusi besar untuk terwujudnya masjid ini. Tidak hanya itu, yang menggagas masjid ini adalah Raden bersama masyarakat sekitarnya," ujarnya sampil mempermainkan kacamata yang berada di tangannya.

Dalam penuturannya, pembangunan masjid ini dimulai tahun 1930 hingga 1935. Saat itu, di sekitar masjid terdapat tiga rumah panggung. Raden bersama masyarakat berswadaya membangun satu-satunya masjid yang berada di tengah kota itu. Konsep pembangunan juga sangat sederhana. Dinding, lantai, dan tiang masjid saat itu hanya berasal dari papan biasa dengan atap daun dan bangunan berbentuk panggung dengan ketinggian 1 meter. Luas bangunan juga hanya 8x8 m2. Masjid juga dicat menggunakan oli bekas, sehingga warna masjid sedikit hitam kecoklatan bergabung dengan warna papan.

Meski sederhana, warga Pekanbaru yang mayoritas muslim saat itu terus memenuhi masjid tersebut. Mulai dari warga Jalan Sumatera, Tangkerang, Cut Nyak Dien, A Yani hingga di Jalan Pinang. Apalagi setelah tabuhan beduk disambut dengan suara azan terdengar saat masuknya waktu salat.

"Dulu sangat ramai, bahkan masjid ini penuh. Terutama waktu beduk yang saat itu ada ditabuhkan dan ditambah suara azan dari muazin. Begitu mereka masuk, lantai papan masjid berderak-derak (berbunyi), apalagi saat kita sedang melaksanakan ibadah salat jamaah. Bisa dikatakan tidak pernah tidak penuh masjid ini pada masa itu," ujar lelaki yang lahir 20 Agustus 1932 itu.

Melihat kondisi ini, sekitar tahun 1960 warga mulai berswadaya menurunkan bangunan masjid itu dari panggung menjadi tidak panggung. Namun kondisi bangunan tetap sama tanpa ada perubahan. Pasalnya saat itu, Raden yang rumahnya saat itu berada tepat di atas tanah yang saat ini berdiri gedung delapan lantai PT Surya Dumai.

"Kalau ditotal sebelum Pemko, kami sudah memrenovasi masjid ini sebanyak dua kali. Yaitu tahun 1935 dan 1960 yang lalu. Pemko sendiri baru merenovasi masjid ini sekitar tahun 2005 yang lalu," jelasnya.

Pada tahun 2004 yang lalu Pemerintah Kota Pekanbaru telah melakukan pembebasan lahan yang berada di sekitar mesjid Ar-Rahman. 4.700 meter persegi tanah yang dibebaskan, dan saat ini lah yang dibangun Masjid Ar-Rahman dan Gedung BAZ serta KPU Pekanbaru. Setelah itu sekitar tahun 2006 lalu pemerintah Provinsi Riau membantu bangunan sekitar 610 meter persegi.

Banyak perubahan yang terjadi di masjid ini, bahkan bisa dikatakan berubah 100 persen. Dari sebuah masjid yang kecil saat ini berubah menjadi sebuah masjid yang sangat mengah. Tak ayal, Pemko Pekanbaru menasbihkannya menjadi salah satu ikon Kota Bertuah ini. Namun satu yang tak akan pernah hilang diingatan Ibrahim, sesaat ketika Ustadz Abdullah Hasan yang tidak lain adalah orangtua dari Wali Kota Pekanbaru Drs H Herman Abdullah MM menyampaikan tausiahnya yang memang kerap dilakukan.

"Bentuk bangunan bisa berganti, tetapi nilai sejarah yang terkandung tidak akan hilang. Satu hal yang tidak akan saya lupakan yaitu pesan dari Uztad Abdullah Hasan dalam dakwahnya," ujarnya kakek bernama Ibrahim itu.





c. Istana Kerajaan Siak

1. Sejarah Pembangunan

Istana Siak ini merupakan bukti sejarah kebesaran kerajaan Melayu Islam di Riau. Istana ini dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889, dengan nama ASSERAYAH HASYIMIAH lengkap dengan peralatan kerajaan. Sebelum pembangunan istana dilakukan, Sultan melakukan lawatan ke negeri Belanda dan Jerman. Kemungkinan, pengalaman selama di Eropa ikut mempengaruhi corak arsitektur Istana Siak.
Saat ini, di dalam istana masih bisa ditemukan berbagai koleksi yang bernilai tinggi, seperti:
• kursi singgasana sultan yang bersalut emas
• payung
• senjata kerajaan Melayu
• bendera kerajaan Siak
• replika mahkota Kerajaan Siak
• setanggi pembakar
• canang
• alat musik komet buatan Jerman, yang memiliki piringan bergaris tengah 90 cm, berisikan lagu-lagu Mozart dan Bethoven
• kursi dan meja yang terbuat dari kayu, kristal dan kaca
• lampu kristal warna-warni
• berbagai bentuk lemari dan senjata
• dan beraneka bentuk koleksi cendera mata dari negeri sahabat.

Selain benda-benda tersebut, terdapat sebuah cermin peninggalan permaisuri sultan yang disebut cermin Ratu Agung. Ada keyakinan yang berkembang di masyarakat bahwa, jika sering bercermin di depan Ratu agung, maka akan membuat kulit awet muda.
2. Lokasi
Istana ini terletak di Kabupaten Siak Sri Indrapura, berjarak lebih kurang 125 km. dari Pekanbaru, Riau, Indonesia.
3. Luas
Bangunan Istana Siak berdiri di atas areal tanah seluas ± 28.030 m2.
4. Arsitektur
Corak arsitektur Istana Siak menunjukkan adanya perpaduan gaya arsitektur Melayu, Arab dan Eropa. Istana ini masih berdiri megah hingga saat ini setelah dilakukan beberapa kali renovasi. Pada pintu gerbang masuk, terdapat hiasan berupa sepasang burung elang menyambar dengan sorot mata tajam, seolah-olah mengawasi semua orang yang akan masuk ke areal istana.
Istana Siak terdiri atas dua lantai, lantai bawah dan lantai atas. Pada setiap sudut bangunan terdapat pilar berbentuk bulat. Sedangkan pada bagian ujung puncak terdapat hiasan burung garuda. Semua pintu dan jendela berbentuk kubah dengan hiasan mozaik kaca. Lantai bawah terdiri dari 6 ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu dan ruang sidang. Di dalamnya terdapat ruang besar utama yang terbagi atas ruang depan istana, ruang sisi kanan, ruang sisi kiri, dan ruang belakang. Sedangkan lantai atas terdiri dari 9 ruangan yang berfungsi untuk istrahat sultan, keluarga atau kerabat sultan dan para tamu kerajaan.

Selain bangunan utama, di dalam komplek Istana Siak juga terdapat bangunan lain, yaitu:
a. Istana Baru
Istana ini berada di sebelah barat bangunan utama. Dibangun pada masa sultan yang terakhir. Denah dasar bangunan ini berbentuk persegi empat berukuran 19 m x 15,7 meter. Terdiri dari enam ruangan yaitu ruang depan, ruang tamu, ruang kerja, ruang makan, dan 2 buah kamar tidur. Pada bagian samping kanan dan kiri terdapat teras.
Istana Baru dahulu difungsikan untuk tempat tinggal permaisuri sultan pada waktu hamil. Sekarang digunakan untuk tempat tinggal keturunan sultan.
b. Istana Panjang
Istana ini hanya tinggal lubang-lubang bekas tonggak (tiang) yang terletak di sebelah timur bangunan utama istana. Berdasarkan penuturan dari keluarga keturunan sultan, dahulu Istana Panjang tersebut terbuat dari kayu.
c. Istana Limas
Saat ini, bentuk bangunan istana sudah tidak ada. Konon, dahulu istana ini juga terbuat dari kayu.
d. Gardu Jaga Lama
Gardu jaga lama berbentuk bulat silinder, terbuat dari batu bata. Diameternya berukuran 3 m. dengan 1 buah pintu di depan berbentuk kubah. Terletak di sebelah kiri bangunan istana baru.
e. Dapur dan Kolam Istana
Dapur istana terletak di belakang kanan bangunan istana baru. Sekarang yang masih tersisa adalah bagian dinding, terdiri dari 3 ruangan berjajar. Bangunan ini relatif kurang terawat dan sekarang difungsikan sebagai gudang. Di depan dapur istana ini terdapat kolam istana berbentuk bulat dengan diameter 5,30 m dan tinggi fondasi 40 cm. Adapun ketebalan dinding sekitar 26 cm.
5. Perencana
Sebagian orang berpendapat, arsitek atau perencana istana ini adalah seorang arsitek berkebangsaan Jerman. Namun tidak diketahui secara pasti siapa namanya.



D ) Situs-situs peninggalan sejarah Islam di Kepulauan Riau
a.Pulau Penyengat

Makam Engku Putri

Makam Engku Putri Permaisuri Sultan Mahmud ini terletak di pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau Penyengat adalah milik Engku Putri, karena pulau ini dihadiahkan suaminya Sultan Mahmud Syah sebagai mas kawinnya sekitar tahun 1801-1802. Selain itu Engku Putri adalah pemegang regalia kerajaan Riau.
Bangunan makam terbuat dari beton, dikelilingi oleh pagar tembok pada tempat yang ketinggian. Dahulu atap bangunan makam dibuat bertingkat-tingkat dengan hiasan yang indah.

Di kompleks ini terdapat pula makam tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, seperti makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid)
Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal “Gurindam Dua Belas”, makam Raja Haji Abdullah, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga, makam Tengku Aisyah Putri – Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan kerabat-kerabat Engku Putri yang lain.

Sejarah Riau mencatat bahwa Engku Putri (Raja Hamidah) adalah putri Raja Syahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang – Yang Dipertuan Muda Riau IV – yang termashur sebagai pahlawan Riau dalam menentang penjajahan Belanda. Sebagai putri tokoh ternama, Engku Putri besar peranannya dalam pemerintahan kerajaan Riau, sebab selain memegang regalia (alat-alat kebesaran kerajaan) beliau adalah permaisuri Sultan Mahmud, dan tangan kanan dari Raja Jaafar – Yang Dipertuan Muda Riau VI.

Sebagai pemegang regalia kerajaan, beliau sangatlah menentukan dalam penabalan sultan, karena penabalan itu haruslah dengan regalia kerajaan. Engku putri pernah pula melakukan perjalanan ke beberapa daerah lain, seperti ke Sukadana, Mempawah dan lain-lain untuk mempererat tali persaudaraan antara kerajaan Riau dengan kerajaan yang dikunjunginya.
Tokoh ternama dari kerajaan Riau ini mangkat di pulau Penyengat bulan Juli tahun 1884.

Mesjid Raya Sultan Riau

Mesjid yang menjadi kebanggaan orang Melayu Riau ini didirikan pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M) atas prakarsa Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunan mesjid ini seluruhnya terbuat dari beton, berukuran 18 x 19,80 meter. Di bagian dalam ruang utama terdapat empat buah tiang utama. Pada keempat sudut bangunan berdiri empat buah menara, sedangkan atapnya terdiri dari 13 buah kubah yang unik. Cerita masyarakat tempatan menyebutkan,untuk membangun mesjid ini, terutama untuk memperkuat beton kubah, menara dan bagian tertentu lainnya, dipergunakan bahan perekat dari campuran putih telur dan kapur. Pelaksanaan pembangunannya melibatkan seluruh lapisan masyarakat di kerajaan Riau, yang bekerja siang malam secara bergiliran.

Di dalam mesjid ini tersimpan pula kitab-kitab kuno (terutama yang menyangkut agama Islam) yang dulunya menjadi koleksi perpustakaan didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI Ahmadi,Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda lain yang menarik dan terdapat dalam mesjid ini adalah mimbarnya yang indah, serta kitab suci AI Qur’an tulisan tangan.

Bekas Gedung Tabib Kerajaan

Sisa gedung Engku Haji Daud ini hanya berupa empat bidang dinding tembok dengan beberapa buah rangka pintu dan jendela. Gedung ini dahulu dikenal dengan sebutan Gedung Engku Haji Daud atau Gedung Tabib Kerajaan, karena beliau adalah Tabib Kerajaan Riau. Bekas gedung ini banyak menarik pengunjung karena disamping peninggalan sejarah juga terletak di tengah kediaman ramai.

Makam Raja Haji

Raja Haji-Yang Dipertuan Muda Riau IV-adalah pahlawan Melayu yang amat termashur. Beliau berperang melawan penjajah Belanda sejak berusia muda sampai akhir hayatnya dalam peperangan hebat di Tetuk Ketapang tahun 1784.
Raja Haji yang hidup antara tahun 1727-1784 itu telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin, hulubalang dan ulama. Para penulis sejarah mencatat, terutama pada tahun 1782-1784 cukup berpengaruh terhadap stabilitas sosial politik dan ekonomi di wilayah Nusantara dan negeri-negeri Belanda yang sangat tergantung terhadap sumber perekonomiannya di Timur.

Pihak Belanda bahkan menganggap bahwa perang yang dipimpin Raja Haji adalah peperangan yang cukup besar dan sempat menggoncangkan kedudukan Belanda di Nusantara. Karena kepahlawanannya itulah, Raja Haji diagungkan masyarakat Melayu, disebut dengan gelar Raja Haji Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang.

Ketika beliau mangkat dalam peperangan hebat di Teluk Ketapang, jenazahnya kemudian dibawa ke Malaka dan dikebumikan disana. Baru beberapa tahun kemudian jenazah beliau dibawa ke pulau Penyengat dan disemayamkan dalam makam yang terletak di Bukit Selatan pulau Penyengat, bersebelahan dengan makam Habib Syekh, seorang ulama terkemuka di kerajaan Riau-Lingga.

Makam Raja Jaafar
Raja Jaafar – Yang Dipertuan Muda Riau VI – adalah putra Raja Haji Sahid Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang. Raja Jaafar menjadi Yang Dipertuan Muda Riau VI tahun 1806-1831. Ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Ladi.

Kompleks makam almarhum Raja Jaafar seluruhnya dibuat dari beton, indah dan kokoh. Pada makam ini terdapat pilar-pilar, kubah-kubah dari beton yang dihiasi ornamen yang menarik. Di luar cungkup makam ini, dalam kompleks makam terdapat pula kolam air yang dilengkapi tangga batu tempat berwuduk. Di kompleks makam ini terdapat pula makam-makam keluarga bangsawan lainnya.

Makam Raja Abdurrakhman
Raja Abdurrakhman – Yang Dipertuan Muda Riau VII – ketika mangkatnya digelar Marhum Kampung Bulang. Raja Abdurrakhman menjadi Yang Dlpertuan Muda Riau tahun 1832-1844. Beliau terkenal aktif dalam menggalakkan pembangunan di pulau ini, serta taat beribadah. Salah satu hasil upaya beliau yang utama adalah pembangunan Mesjid Raya Penyengat. Karena jasanya itutah, ketika beliau meninggal dunia jenazahnya dikebumikan hanya beberapa ratus meter di bagian belakang mesjid, terdapat pada sebuah lereng bukit.



Bekas Istana Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah

Bangunan bekas istana Sultan Riau yang terakhir ini hanya berupa puing-puing belaka dahulu. Istana ini disebut Kedaton, dengan lapangan luas di sekitarnya.
Istana ini mulai rusak sejak Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1833-1911) meninggalkan Penyengat karena dimusuhi Belanda, akibat sikap beliau menentang pemerintahan Betanda tahun 1911. Beliau segera ke Daik dan bergegas meninggalkan Daik dan untuk selanjutnya bermukim di Singapura sampai akhir hayatnya. Sejak itu istana ini tinggal terlantar dan akhirnya runtuh sama sekali, kini tinggal puingnya.

Bekas Gedung Tengku Bilik

Bangunan ini bertingkat dua, walaupun sudah rusak tapi bentuk aslinya masih kelihatan. Bentuk bangunannya merupakan ciri-ciri kesukaan para bangsawan Melayu akhir abad XIX, karena seni bangunan seperti itu masih ditemui di Singapura (istana Kampung Gelam), di Johor dan tempat-tempat lain di semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih ditempati sampai masa Perang Dunia II dan sekarang masih menarik pengunjung yang datang ke pulau Penyengat.Pemilik gedung ini, yaitu Tengku Bilik, adik sultan Riau terakhir, bersuamikan Tengku Abdul Kadir.

Gudang Mesiu

Tak seberapa jauh dari Mesjid Raya Penyengat terdapat bangunan kecil yang seluruhnya terbuat dari beton, tampak amatlah kokoh dengan temboknya setebal satu hasta dengan jendela-jendela kecil berjeriji besi.
Sesuai dengan namanya, gedung ini dahulunya tempat menyimpan mesiu, yang oleh penduduk di daerah ini disebut obat bedil. Melihat gedung ini akan memberi bayangan betapa siapnya kerajaan Riau – Lingga dalam menentang penjajahan di negerinya.
Dahulu, menurut cerita tempatan, di pulau ini terdapat empat buah gedung tempat menyimpan mesiu dan kini hanya tinggal satu ini.

Kubu dan Parit Pertahanan
Di Penyengat terdapat kubu dan parit pertahanan kerajaan Riau dalam peperangan melawan Belanda tahun 1782-1784. Kubu-kubu ini terletak di bukit Penggawa, bukit Tengah dan bukit Kursi. Dahulu, kubu-kubu ini seluruhnya dilengkapi dengan meriam dalam berbagai ukuran. Bagi para wisatawan yang berkunjung, kubu ini amatlah menarik, karena selain mengandung nilai sejarah juga pemandangan alam dari kubu-kubu ini sangat indah pula.
Balai Adat Indra Perkasa

Gedung dengan arsitektur tradisional Melayu Kepulauan ini dijadikan Balai Adat untuk memperagakan berbagai bentuk upacara adat Melayu. Letaknya di tepi pantai menghadap laut lepas, amatlah mempesona.Di dalam gedung ini dapat dilihat tata ruangan dan beberapa benda kelengkapan adat Resam Melayu atau beberapa atraksi kesenian yang diadakan untuk menghormati tamu tertentu.
source : http://www.riau.go.id
E ) Tokoh penyebar sejarah Islam di Kepulauan Riau
Ali Haji bin Raja Haji Ahmad
Gurindam 12 oleh Raja Ali Haji (Pahlawan Nasional)
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad (Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, ca. 1808- Riau, ca. 1873) adalah ulama, sejarawan, pujangga, dan terutama pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis.

Kompleks makam keluarga Haji Ahmad di Pulau Penyengat, Kota Tanjung PinangKarya monumentalnya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.
Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November tahun 2004.
BAB III
PENUTUP

A. 1 Kesimpulan
Ada beberapa hal yang dapat kami simpulkan dari beberapa pembahasan yang berhubungan dengan penyebaran perkembangan agama Islam Di Riau, yaitu :
1. Perkembangan dan penyebaran agama Islam di Riau dimulai dengan perkembangan secara sedikit-sedikit melalui rasa keingin tahuan masyarakat Riau itu sendiri pada mulanya.
2. Perkembangan Islam di Riau ,tidak terlepas dari pejuangan tokoh-tokoh penting dalam sejarah seperi Raja Ali haji dan beberapa pembesar kerajaan – kerajaan Islam di Riau seperti Kerajaan Siak ,daik, serta kerajaan yang ada di daerah indra giri.
3. Salah satu bukti nyata perkembangan dan penyebaran agama islam di Riau adalah Situs- situs sejarah yang ada di Riau itu sendiri seperti : Masjid Masjid Raya Nur Alam Senapelan, Masjid Arrahman Tertua ke2 di Pekanbaru,Istana kerajaan Siak.
4. Situs Sejarah pulau Penyengat.
A. 2 Saran

Demikian beberapa pembahasan mengenai Perkembangan agama Islam di Riau, Adapun beberapa saran yang ingin kami sampaikan adalah :

1) Mempelajari tentang Perkembangan Islam di Riau seharusnya membuat kita sadar bawha, cukup banyak situs – situs bukti penyebaran agama Islam di Riau, Oleh karena Itu kita Wajib untuk bangga karena menjadi Warga penduduk Riau.
2) Dengan adanya Situs-situs sejarah islam di Riau hendaknya memotivasi kita untuk menjaga Aset daerah kita, sehingga dapat di jadikan ladang baru untuk kita bias mendatangkan minat wisatawan dating ke Riau,sehingga dapat menambah asset daerah.
3) Menjaga peninggalan-peninggalan sejarah di Daerah kita (Riau) seharusnya selalu kita lakukan generasi Riau kedepannya dapat mengetahui sejarah Islam di daerahnya.
4) Dan yang terakhir yang paling penting dari kita mempelajari Sejarah perkembangan serta penyebaran Islam di Riau adalah Agar kita bisa melihat kebesaran-kebesaran Allah. S.W.T dalam penciptaan mahluk dan dapat meningkatkan taraf keiman dan takwaan kita kepa –Nya.

DAFTAR PUSTAKA


1. Tjandrasasmita Uka 1993. (ditor Khusus): Jaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia. Dalam Sejarah Nasional Indonesia III. , Jakarta.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bp Balai Pustaka.


2. -------2000..Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia.Jakarta, PT. Menara Kudus.

3. Abie, Deni (2008). ”Perkembangan Islam” [online].Perkembanganislam.Diambildari: http://www.riau.go.id.

I . MASALAH KATA

A.Pengertian Kata
Kata atau ayat[1] adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.
Beberapa pengertian kata :
1. Etimologi
Kata "kata" dalam bahasa Melayu dan Indonesia diambil dari bahasa Sansekerta kathā. Dalam bahasa Sansekerta kathā sebenarnya artinya adalah "konversasi", "bahasa", "cerita" atau "dongeng"[2]. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia terjadi penyempitan arti semantis menjadi "kata".
2. Masalah pendefinisian
Istilah "kata" sungguh sulit untuk didefinisikan. Di dalam artikel ini dicoba untuk menjelaskan konsep ini dengan menyajikan tiga definisi yang berbeda: definisi menurut KBBI, tata bahasa baku bahasa Indonesia dan definisi yang umum diberikan di Dunia Barat.
3. Definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1997) memberikan beberapa definisi mengenai kata:
1. Elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan merupakan realisasi kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa
2. konversasi, bahasa
3. Morfem atau kombinasi beberapa morfem yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas
4. Unit bahasa yang dapat berdiri sendiri dan terdiri dari satu morfem (contoh kata) atau beberapa morfem gabungan (contoh perkataan)
Definisi pertama KBBI bisa diartikan sebagai leksem yang bisa menjadi lema atau entri sebuah kamus. Lalu definisi kedua mirip dengan salah satu arti sesungguhnya kathā dalam bahasa Sansekerta. Kemudian definisi ketiga dan keempat bisa diartikan sebagai sebuah morfem atau gabungan morfem.

B. Makna Kata

Makna Kata Polisemi, Hipernimi (Hipernim) Dan Hiponimi (Hiponim) - Ilmu Bahasa Indonesia
Dalam bahasa indonesia dikenal adanya berbagai makna kata yang berhubungan dengan kata-kata lainnya. Diantaranya adalah jenis kata polisemi, hipernim dan hiponim. Mari kita bahas satu persatu jenis / macam makna kata tersebut mulai dari arti definisi / pengertian hingga contoh-contohnya.

A. Polisemi
Polisemi adalah kata-kata yang memiliki makna atau arti lebih dari satu karena adanya banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata. Satu kata seperti kata "Kepala" dapat diartikan bermacam-macam walaupun arti utama kepala adalah bagian tubuh manusia yang ada di atas leher.
Contoh : "Kepala"
- Guru yang dulunya pernah menderita cacat mental itu sekarang menjadi kepala sekolah smp kroto emas. (kepala bermakna pemimpin).
- Kepala anak kecil itu besar sekali karena terkena penyakit hidrosepalus. (kepala berarti bagian tubuh manusia yang ada di atas).
- Tiap kepala harus membayar upeti sekodi tiwul kepada ki joko cempreng. (kepala berarti individu).
- Pak Sukatro membuat kepala surat untuk pengumuman di laptop eee pc yang baru dibelinya di mangga satu. (kepala berarti bagian dari surat).
B. Hipernim dan Hiponim
Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernim dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Sedangkan hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh kata hipernim. Umumnya kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan hiponim merupakan anggota dari kata hipernim.
Contoh :
- Hipernim : Hantu
- Hiponim : Pocong, kantong wewe, sundel bolong, kuntilanak, pastur buntung, tuyul, genderuwo, suster ngesot, dan lain-lain.
- Hipernim : Ikan
- Hiponim : Lumba-lumba, tenggiri, hiu, betok, mujaer, sepat, cere, gapih singapur, teri, sarden, pari, mas, nila, dan sebagainya.
- Hipernim : Odol
- Hiponim : Pepsodent, ciptadent, siwak f, kodomo, smile up, close up, maxam, formula, sensodyne, dll.
- Hipernim : Kue
- Hiponim : Bolu, apem, nastar nenas, biskuit, bika ambon, serabi, tete, cucur, lapis, bolu kukus, bronis, sus, dsb.

C . Diksi
1. Apa yang dimaksud dengan Diksi?
=>Yang dimaksud dengan diksi adalah seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya

2. Jelaskan hal-hal yang mempengaruhi pikiran kata berdasarkan kemampuan pengguna bahasa!
2.1 Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif (makan konseptual) adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit.
Makna konotatif (makna asosiatif) adalah makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
2.2 Makna Kata Bersinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
2.3 Makna Kata-Kata yang Mirip Dalam Ejaannya
Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu, makna akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa-bawah-bawa, interferensi-inferensi, karton-kartun, preposisi-proposisi, korporasi-koperasi, dan lain sebagainya.
2.4 Hindari Kata-Kata Ciptaan Sendiri
Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orang-orang terkenal atau pengarang terkenal.
2.5 Penggunaan Istilah Asing dan Akhirannya
Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan: favorable-favorit, idiom-idiomatik, progress-progresif, kultur-kultural, dan sebagainya.
2.6 Pemakaian Kata Idiom
Karangan yang cermat dalam diksinya sebaiknya bersifat idiomatik.
3. Sebutkan dan jelaskan fungsi diksi!
Bahasa Standar dan Sub Standar
Bahasa standar adalah semacam bahasa yang dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat.
b. Kata Ilmiah dan Kata Populer
Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori salah satunya adalah kata-kata ilmiah melawan kata-kata populer.
c. Jargon
Kata jargon mengandung beberapa pengertian. Jargon adalah suatu bahasa,dialek, atau struktur yang dianggap kurang sopan atau aneh tetapi istilah itu dipakai juga untuk mengacu semacam bahasa atau dialek hybrid yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca.
d. Kata Percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Pengertian percakapan ini disini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa yang tidak benar, tidak terpelehara atau tidak disenangi.
e. Kata Slang
Kata slang adalah kata-kata non standar yang disusun secara khas; bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata slang yang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja.
f. Idiom
Idiom adalah pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.
g. Bahasa Artifisial
Yang dimaksud dengan artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni.
Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.



C . Bentuk Kata / Jenis Kata
Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat: kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata berimbuhan. Perubahan pada kata turunan disebabkan karena adanya afiks atau imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) kata. Kata ulang adalah kata dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan baik seluruh maupun sebagian sedangkan kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar yang berbeda membentuk suatu arti baru.
Dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia, kelas kata terbagi menjadi tujuh kategori, yaitu:
1. Nomina (kata benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan, misalnya buku, kuda.
2. Verba (kata kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis, misalnya baca, lari.
o Verba transitif (membunuh),
o Verba kerja intransitif (meninggal),
o Pelengkap (berumah)
3. Adjektiva (kata sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya keras, cepat.
4. Adverbia (kata keterangan); kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata benda, misalnya sekarang, agak.
5. Pronomina (kata ganti); kata pengganti kata benda, misalnya ia, itu.
o Orang pertama (kami),
o Orang kedua (engkau),
o Orang ketiga (mereka),
o Kata ganti kepunyaan (-nya),
o Kata ganti penunjuk (ini, itu)
6. Numeralia (kata bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukkan urutannya dalam suatu deretan, misalnya satu, kedua.
o Angka kardinal (duabelas),
o Angka ordinal (keduabelas)
7. Kata tugas adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan peranannya dapat dibagi menjadi lima subkelompok:
o preposisi (kata depan) (contoh: dari),
o konjungsi (kata sambung) - Konjungsi berkoordinasi (dan), Konjungsi subordinat (karena),
o artikula (kata sandang) (contoh: sang, si) - Umum dalam bahasa Eropa (misalnya the),
o interjeksi (kata seru) (contoh: wow, wah), dan
o partikel.

I I. SELUK BELUK KALIMAT

A. PENGERTIAN KALIMAT DAN UNSUR KALIMAT

Kalimat adalah gabungan dari dua buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu pengertian dan pola intonasi akhir. Kalimat dapat dibagi-bagi lagi berdasarkan jenis dan fungsinya yang akan dijelaskan pada bagian lain.
Contohnya seperti kalimat lengkap, kalimat tidak lengkap, kalimat pasif, kalimat perintah, kalimat majemuk, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah contoh kalimat secara umum :
- SMK Negeri 1 Surabaya adalah pemenag lomba LKS tingkat Jawa Timur.
-Bang Copet diborgol polisi karena mencuri di bus kota.
Setiap kalimat memiliki unsur penyusun kalimat. Gabungan dari unsur-unsur kalimat akan membentuk kalimat yang mengandung arti.
Unsur-unsur inti kalimat antara lain SPOK :- Subjek / Subyek (S)- Predikat (P)- Objek / Obyek (O)- Keterangan (K)

B.POLA-POLA DAN BAGIAN KALIMAT
Analisis Kalimat Luas Setara dan Kalimat Luas Bertingkat
KALIMAT adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis harus memiliki S dan P (Arifin dan Tasai, 2002: 58). Ditinjau dari panjang atau pendeknya, sebuah sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada keduanya. Pendapat lain mengatakan, “Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun.” (Ramlan, 2001:6).
Ditinjau dari pola-pola dasar yang dimilikinya, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat inti, kalimat luas, dan kalimat transformasional. Tiap-tiap kalimat memiliki unsur inti yaitu sekurang-kurangnya terdiri dari unsur Subjek dan Predikat. Jika salah satu unsur inti tersebut diperluas maka kalimat tersebut menjadi kalimat luas. Jadi, kalimat luas merupakan perluasan kalimat inti yang penggunaannya biasanya sering mengalami kekeliruan dalam hal perluasannya.
Kalimat dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu kalimat sederhana dan kalimat luas. Kalimat sederhana dibagi atas dua bagian, yaitu kalimat yang tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu. Adapun kalimat luas adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat luas itu bermacam-macam. Macam-macam kalimat luas terdiri atas kalimat luas setara dan kalimat luas tak setara (Alwi dkk, 2004).
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
a. Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
b. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
c. Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
d. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
Suatu bentuk kalimat luas hasil penggabungan atau perluasan kalimat tunggal sehingga membentuk satu pola kalimat baru di samping pola yang ada.
Kalimat Luas Setara
Kalimat luas setara ialah struktur kalimat yang di dalamnya terdapat sekurang-kurangnya dua kalimat dasar dan masing-masing dapat berdiri sebagai kalimat tunggal disebut kalimat luas setara (koordinatif). Kalimat berikut terdiri atas dua kalimat dasar.
Saya datang, dia pergi.
Kalimat itu terdiri atas dua kalimat dasar yaitu saya datang dan dia pergi. Jika kalimat dasar pertama ditiadakan, unsur dia pergi masih dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mandiri. Demikian pula sebaliknya. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama. Itulah sebabnya kalimat itu disebut kalimat luas setara.
Ciri-ciri kalimat luas antara lain sebagai berikut:
1. Kedudukan pola-pola kalimat, sama derajatnya.
2. Penggabungannya disertai perubahan intonasi.
3. Berkata tugas/penghubung, pembeda sifat kesetaraan.
4. Pola umum uraian jabatan kata : S-P+S-P
Kalimat luas setara dibentuk dari dua buah klausa atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan kata penghubung ataupun tidak.
Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat setara ini adalah sama derajatnya, yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain; atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain. Klausa-klausa itu mempunyai kedudukan yang bebas, sehingga kalau yang satu ditinggalkan, maka yang lain masih tetap berdiri sebagai sebuah klausa.
Pengabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas setara ini memberikan makna yang menyatakan penggabungan Kalimat luas serta setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna penambahan dibentuk dari dua buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung dan.
Contoh :
• Selat Sunda terletak antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa dan Selat Bali antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali
• Kami belajar di perpustakaan, mereka bermain di halaman, dan guru-guru mengadakan rapat di kantor.
Kalau ada unsur yang sama dari klausa-klausa yang digabungkan itu, maka unsur yang sama itu dapat disatukan, artinya unsur yang sama itu hanya ditampilkan satu kali saja. Misalnya :
• Adik belajar bahasa Inggris, Ida bahasa Perancis, dan Siti bahasa Jerman.
Predikat belajar pada klausa kedua dan ketiga dilesapkan; yang ditampilkan hanya pada klausa pertama
2) Pertentangan
Kalimat luas setara yang hubungan anatara klausa-klausanya menyatakan makna ’pertentangan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung tetapi atau sedangkan.
Contoh :
• Saya ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi tetapi orang tua saya tidak mampu membiayainya.
• Setahun yang lalu jalan ini bersih dan mulus tetapi sekarang kotor dan berlubang-lubang
• Kami bertiga mendirikan kemah sedangkan mereka berdua menyiapkan makanan.
3) Pemilihan
Kalimat luas setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna ’pemilihan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung atau
Contoh :
Barang-barang pesanan Tuan ini akan Tuan ambil sendiri, atau kami yang harus mengantarkannya ke alamat Tuan?
Kamu mau menuruti nasihatku, atau kau dengarkan saja apa kata istrimu?
Kau harus segera berangkat atau kita tunggu dulu kedatangan beliau?
4) Penegasan
Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’penegasan’ dibentuk dari dua buah klausa;biasanya dengan bantuan kata penghubung bahkan, malah, apalagi, dan lagipula.
Contoh :
• Barang-barang kerajinan dari daerah itu sudah dipasarkan di seluruh Indonesia, bahkan telah juga di ekspor ke Negeri Belanda.
• Pembangunan tidak boleh kita hentikan, bahkan harus kita tingkatkan pelaksanaannya.
• Anak-anak itu memang nakal, apalagi kalau tidak ada ibunya.
• Daerah ini hawanya sejuk, lagipula pemandangannya indah.
5) Pengurutan
Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’pengurutan’ atau ’pengaturan’ dibentuk dari dua buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung lalu, kemudian, dan sebagainya.
Contoh :
• Kami menoleh dulu ke kiri dan ke kanan, lalu segera berlari menyeberangi jalan yang ramai itu.
• Mula-mula mereka membuka pintu itu, lalu mereka menyiapkan pondok-pondok tempat tinggal, kemudian barulah mereka menyiapkan lahan pertanian.

Kalimat Luas Bertingkat
Kalimat luas bertingkat ialah kalimat yang mengandung satu kalimat dasar yang merupakan inti (utama) dan satu atau beberapa kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur kalimat inti itu misalnya keterangan, subjek, atau objek dapat disebut sebagai kalimat luas bertingkat jika di antara kedua unsur itu digunakan konjungtor. Konjungtor inilah yang membedakan struktur kalimat luas bertingkat dari kalimat setara.
Kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya.
Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat luas bertingkat ini tidak sama derajatnya. Yang satu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang lain; atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain. Bagan berikut mungkin dapat lebih menjelaskan struktur kalimat bertingkat ini.Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna yang, antara lain, menyatakan :
1. Sebab
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’sebab’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung karena atau sebab.
Klausa pertama (klausa bebas) sebagai induk kalimat menyatakan sesuatu peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari terjadinya peristiwa pada klausa kedua (klausa yang tidak bebas) yang menjadi anak kalimat pada kalimat bertingkat itu.
Contoh:
• Banjir sering melanda kota kami karena saluran-saluran airnya penuh dengan sampah dan kotoran.
• Karena tidak pandai berenang akhirnya dia hanyut terseret air.
• Harga jual barang-barang ini terpaksa dinaikkan sebab biaya produksi dan ongkos kerja juga baik.
Anak kalimat dan induk kalimat pada kalimat bertingkat ini dapat dipertukarkan tempatnya. Kalau anak kalimat mendahului induk kalimat maka di muka induk kalimat dapat pula ditempatkan kata penghubung maka, misalnya :
• Karena tidak pandai berenang, maka akhirnya dia terseret arus.
2. Akibat
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’akibat’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung sampai, hingga, atau sehingga.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya sesuatu peristiwa yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pada klausa kedua
Contoh :
• Tukang copet itu dipukuli orang ramai sampai mukanya babak belur.
• Dia suka sekali berjudi hingga harta bendanya habis dan hutangnya menumpuk.
• Penumpang kereta api itu penuh sesak sehingga untuk meletakkan sebelah kaki pun sukar.
Dalam kalimat luas bertingkat yang hubungannya menyatakan akibat ini, posisi anak kalimat selalu di belakang induk kalimat.
3. Syarat
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’syarat’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung kalau, jika, dan asal.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan akan terjadinya suatu peristiwa kalau sudah terjadi peristiwa lain yang dinyatakan pada klausa kedua atau anak kalimatnya. Namun, perlu diperhatikan urutan induk kalimat dan anak kalimat dapat dipertukarkan.
Contoh :
• Saya akan hadir kalau saya di undang.
• Jika mereka bersalah tentu kami yang akan menindaknya.
• Gajah bukanlah binatang buas yang suka menyerang asal mereka tidak kita ganggu.
4. Tujuan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’tujuan’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabung menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung agar, supaya, dan untuk.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya suatu perbuatan yang harus dilakukan agar peristiwa yang disebutkan dalam kalimat klausa kedua atau induk kalimat dapat berlangsung. Disini pun urutan kedua klausa itu dapat dipertukarkan.
Contoh :
• Jalan-jalan diperlebar agar lalu lintas menjadi lancar.
• Kamu harus belajar baik-baik supaya hidupmu kelak menjadi enak.
• Pembangunan ini harus kita teruskan untuk memberi kehidupan yang lebih baik kepada anak cucu kita nanti.
5. Waktu
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’waktu berlangsungnya sesuatu peristiwa’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung ketika, sesudah, sebelum dan sejak.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya suatu peristiwa atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan waktu terjadinya peristiwa induk kalimatnya.
Urutan anak kalimat dan induk kalimat dapat dipertukarkan tempatnya.
Contoh :
• Monumen Nasional itu dibuat ketika kamu masih kecil
• Sesudah selesai memperbaiki saluran air ini, kita akan memperbaiki tanggul sungai itu
• Dia sudah menyelesaikan tugasnya sebelum bel berbunyi
• Sejak ibu meninggal kami tinggal bersama kakek di desa
6. Kesungguhan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’kesungguhan’ dibentuk dari dua buah yang digabungkan menjadi menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung meskipun, biarpun, atau sungguhpun. Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu peristiwa atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan peristiwa atau kondisi yang bertentangan untuk terjadinya peristiwa pada klausa pertama.
Urutan induk kalimat dan anak kalimatnya dapat dipertukarkan
Contoh :
• Dia berangkat juga ke sekolah meskipun hujan turun lebat sekali
• Walaupun tidak diizinkan ayah, dia pergi juga ke hutan itu
• Pembangunan gedung itu belum selesai juga sungguhpun telah menelan biaya ratusan juta rupiah
7. Pembatasan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan ’pembatasan’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung kecuali atau hanya. Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu perbuatan, dan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan pembatasan terhadap peristiwa pada anak kalimat
Contoh :
• Semua soal itu dapat saya kerjakan dengan baik kecuali nomor 17 tidak sempat saya selesaikan
• Semua orang sudah hadir hanya Siti dan Adi belum nampak batang hidungnya.
Di sini lazim juga kata penghubung kecuali dan hanya diikuti pula dengan kata penghubung kalau. Misalnya :
• Saya tentu akan datang memenuhi undanganmu kecuali kalau ada halangan yang tidak bisa dihindarkan
8. Perbandingan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-kluasanya menyatakan ’perbandingan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung seperti dan bagai.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu perbuatan, sedangkan kluasa kedua sebagai anak kalimat menyatakan perbuatan lain yang serupa dengan perbuatan pada induk kalimat.
Contoh:
• Dengan cepat disambarnya tas nenek tua itu bagai elang menyambar anak ayam.
• Dia terkejut bukan main seperti mendengar bunyi guruh di siang bolong.
• Direguknya air di gelas itu dengan sekali reguk sebagai orang belum minum tiga hari.
Bedasarkan uraian di atas bahwa kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat memiliki perbedaan. Ada tiga pedoman untuk membedakan kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat, yaitu
a. Letak kata penghubung
Pada kalimat luas setara kata penghubung selalu ada di antara klausa yang dihubungkan, sedanagkan pada kalimat luas bertingkat (kecuali dalam beberapa hal) posisinya dapat di antara kedua klausa yang dihubungkan, dapat pula pada awal kalimat.
Contoh :
• Sidin pergi ke Jakarta tetapi adiknya tinggal di rumah. (setara)
• Ia pergi ketika kita mengunginya. (bertingkat)
• Ketika kita mengunjunginya, ia pergi. (bertingkat)
b. Macam kata penghubung
Kata penghubung yang digunakan di dalam kalimat luas setara jumlahnya tidak banyak, antara lain dan, bahkan, lalu, atau, tetapi, hanya, jadi.
Kata penghubung yang digunakan dalam kalimat luas bertingkat antara lain ketika, sebelum, sesudah, sehingga.
c. Lagu/intonasi
Pada kalimat luas setara lagu kalimat mempunyai dua puncak, jadi terbagi menjadi dua makrosegmen, sedangkan pada kalimat luas bertingkat intonasinya hanya mempunyai satu puncak. Dengan demikian lagu pada kalimat luas bertingkat sama seperti lagu pada kalimat tunggal.
Contoh :
• Uangnya banyak tetapi hidupnya tidak tenteram.
• Meskipun uangnya banyak, hidupnya tidak tenteram.

KALIMAT ANALITIS DAN SINTETIS
Kalimat analitis mengandung makna bahwa kalimat tersebut dapat diketahui bermakna atau tidaknya dengan menyelidiki bagian-bagian dari kalimat itu sendiri.
Seorang bujangan mempunyai dua orang anak
Nah proposisi ini dapat dikategorikan sebagai proposisi analitis dengan menyelidiki bagian-bagian pembentuk kalimat tersebut. Kalimat tersebut bisa dikategorikan sebagai kalimat tak bermakna karena pada dasarnya seorang bujangan tidak mungkin mempunyai anak. Kecuali jika bujangan yang dimaksud merupakan nama seseorang.
Ada kehidupan di planet mars
Proposisi ini tidak bisa dikategorikan sebagai proposisi analitis, karena kita tidak dapat menyelidiki kebenaran dari pernyataan tersebut hanya dengan menganalisis kata penyusun kalimatnya. Proposisi ini lebih merupakan proposisi sintesis, yang mengandung arti bahwa untuk mengetahui benar tidaknya (kebermaknaan) kehidupan di planet mars maka ada satu cara untuk membuktikannya, yaitu dengan pergi ke planet mars. Nah pergi ke planet mars ini merupakan suatu bentuk prinsi verifikasi. Sebuah prinsip yang sangat popoler dikalangan para positivis logis. Kata kata,” bagaimana anda membuktikannya? Apakah itu mungkin untuk dilakukan verifikasi? dsb”, merupakan ciri khas dari pemikiran seperti ini. Jika sebuah pernyataan tidak bisa memenuhi dua kriteria dan prinsip verifikasi tersebut maka pernyataan atau proposisi atau kalimat tersebut hanyalah omong kosong atau hanya bualan tak berarti

Analitis, Kontradiktif & Sintetis

Analitis: kalimat yang kebenarannya terletak pada kata-kata yang menyusunnya
Contoh: Uang adalah alat pembayaran yang sah
Informasi indeksal: kalimat tersebut merupakan suatu definitif yang menyatakan kebenaran makna kata yang menyusun kalimat tersebut.
Kontradiktif: kalimat yang kebenarannya bertentangan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
Contoh: Mata adalah indra pendengar.
Informasi indeksal: susunan kalimat tersebut di atas merupakan kalimat definitif yang menyatakan ketidakbenaran makna kata yang menyusunnya.
Sintetis: kalimat yang kebenarannya terletak pada fakta-fakta di luar bahasa. Kalimat sintetis terbagi menjadi dua: apabila kalimat yang menyusunnya sesuai dengan fakta, maka disebut Sintetis Positif, sedangkan kalimat yang tidak sesuai dengan fakta yang menyusunnya, disebut dengan Sintetis Negatif.
Contoh:
- Taman Ismail Marzuki terletak di Jakarta Selatan (sintetis negatif)
- Chairil Anwar adalah sastrawan angkatan ’45 (sintetis positif)
Informasi indeksal: pada kalimat pertama, faktanya tidak sesuai dengan kenyataan, maka dari itu disebut sintetis negatif. Sedangkan kalimat ke dua, sesuai dengan fakta yang menyusunnya, maka dari itu disebut sintetis positif.