Kamis, 17 Juni 2010

I . MASALAH KATA

A.Pengertian Kata
Kata atau ayat[1] adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.
Beberapa pengertian kata :
1. Etimologi
Kata "kata" dalam bahasa Melayu dan Indonesia diambil dari bahasa Sansekerta kathā. Dalam bahasa Sansekerta kathā sebenarnya artinya adalah "konversasi", "bahasa", "cerita" atau "dongeng"[2]. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia terjadi penyempitan arti semantis menjadi "kata".
2. Masalah pendefinisian
Istilah "kata" sungguh sulit untuk didefinisikan. Di dalam artikel ini dicoba untuk menjelaskan konsep ini dengan menyajikan tiga definisi yang berbeda: definisi menurut KBBI, tata bahasa baku bahasa Indonesia dan definisi yang umum diberikan di Dunia Barat.
3. Definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1997) memberikan beberapa definisi mengenai kata:
1. Elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan merupakan realisasi kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa
2. konversasi, bahasa
3. Morfem atau kombinasi beberapa morfem yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas
4. Unit bahasa yang dapat berdiri sendiri dan terdiri dari satu morfem (contoh kata) atau beberapa morfem gabungan (contoh perkataan)
Definisi pertama KBBI bisa diartikan sebagai leksem yang bisa menjadi lema atau entri sebuah kamus. Lalu definisi kedua mirip dengan salah satu arti sesungguhnya kathā dalam bahasa Sansekerta. Kemudian definisi ketiga dan keempat bisa diartikan sebagai sebuah morfem atau gabungan morfem.

B. Makna Kata

Makna Kata Polisemi, Hipernimi (Hipernim) Dan Hiponimi (Hiponim) - Ilmu Bahasa Indonesia
Dalam bahasa indonesia dikenal adanya berbagai makna kata yang berhubungan dengan kata-kata lainnya. Diantaranya adalah jenis kata polisemi, hipernim dan hiponim. Mari kita bahas satu persatu jenis / macam makna kata tersebut mulai dari arti definisi / pengertian hingga contoh-contohnya.

A. Polisemi
Polisemi adalah kata-kata yang memiliki makna atau arti lebih dari satu karena adanya banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata. Satu kata seperti kata "Kepala" dapat diartikan bermacam-macam walaupun arti utama kepala adalah bagian tubuh manusia yang ada di atas leher.
Contoh : "Kepala"
- Guru yang dulunya pernah menderita cacat mental itu sekarang menjadi kepala sekolah smp kroto emas. (kepala bermakna pemimpin).
- Kepala anak kecil itu besar sekali karena terkena penyakit hidrosepalus. (kepala berarti bagian tubuh manusia yang ada di atas).
- Tiap kepala harus membayar upeti sekodi tiwul kepada ki joko cempreng. (kepala berarti individu).
- Pak Sukatro membuat kepala surat untuk pengumuman di laptop eee pc yang baru dibelinya di mangga satu. (kepala berarti bagian dari surat).
B. Hipernim dan Hiponim
Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernim dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Sedangkan hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh kata hipernim. Umumnya kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan hiponim merupakan anggota dari kata hipernim.
Contoh :
- Hipernim : Hantu
- Hiponim : Pocong, kantong wewe, sundel bolong, kuntilanak, pastur buntung, tuyul, genderuwo, suster ngesot, dan lain-lain.
- Hipernim : Ikan
- Hiponim : Lumba-lumba, tenggiri, hiu, betok, mujaer, sepat, cere, gapih singapur, teri, sarden, pari, mas, nila, dan sebagainya.
- Hipernim : Odol
- Hiponim : Pepsodent, ciptadent, siwak f, kodomo, smile up, close up, maxam, formula, sensodyne, dll.
- Hipernim : Kue
- Hiponim : Bolu, apem, nastar nenas, biskuit, bika ambon, serabi, tete, cucur, lapis, bolu kukus, bronis, sus, dsb.

C . Diksi
1. Apa yang dimaksud dengan Diksi?
=>Yang dimaksud dengan diksi adalah seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya

2. Jelaskan hal-hal yang mempengaruhi pikiran kata berdasarkan kemampuan pengguna bahasa!
2.1 Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif (makan konseptual) adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit.
Makna konotatif (makna asosiatif) adalah makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
2.2 Makna Kata Bersinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
2.3 Makna Kata-Kata yang Mirip Dalam Ejaannya
Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu, makna akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa-bawah-bawa, interferensi-inferensi, karton-kartun, preposisi-proposisi, korporasi-koperasi, dan lain sebagainya.
2.4 Hindari Kata-Kata Ciptaan Sendiri
Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orang-orang terkenal atau pengarang terkenal.
2.5 Penggunaan Istilah Asing dan Akhirannya
Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan: favorable-favorit, idiom-idiomatik, progress-progresif, kultur-kultural, dan sebagainya.
2.6 Pemakaian Kata Idiom
Karangan yang cermat dalam diksinya sebaiknya bersifat idiomatik.
3. Sebutkan dan jelaskan fungsi diksi!
Bahasa Standar dan Sub Standar
Bahasa standar adalah semacam bahasa yang dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat.
b. Kata Ilmiah dan Kata Populer
Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori salah satunya adalah kata-kata ilmiah melawan kata-kata populer.
c. Jargon
Kata jargon mengandung beberapa pengertian. Jargon adalah suatu bahasa,dialek, atau struktur yang dianggap kurang sopan atau aneh tetapi istilah itu dipakai juga untuk mengacu semacam bahasa atau dialek hybrid yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca.
d. Kata Percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Pengertian percakapan ini disini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa yang tidak benar, tidak terpelehara atau tidak disenangi.
e. Kata Slang
Kata slang adalah kata-kata non standar yang disusun secara khas; bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata slang yang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja.
f. Idiom
Idiom adalah pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.
g. Bahasa Artifisial
Yang dimaksud dengan artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni.
Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.



C . Bentuk Kata / Jenis Kata
Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat: kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata berimbuhan. Perubahan pada kata turunan disebabkan karena adanya afiks atau imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) kata. Kata ulang adalah kata dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan baik seluruh maupun sebagian sedangkan kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar yang berbeda membentuk suatu arti baru.
Dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia, kelas kata terbagi menjadi tujuh kategori, yaitu:
1. Nomina (kata benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan, misalnya buku, kuda.
2. Verba (kata kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis, misalnya baca, lari.
o Verba transitif (membunuh),
o Verba kerja intransitif (meninggal),
o Pelengkap (berumah)
3. Adjektiva (kata sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya keras, cepat.
4. Adverbia (kata keterangan); kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata benda, misalnya sekarang, agak.
5. Pronomina (kata ganti); kata pengganti kata benda, misalnya ia, itu.
o Orang pertama (kami),
o Orang kedua (engkau),
o Orang ketiga (mereka),
o Kata ganti kepunyaan (-nya),
o Kata ganti penunjuk (ini, itu)
6. Numeralia (kata bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukkan urutannya dalam suatu deretan, misalnya satu, kedua.
o Angka kardinal (duabelas),
o Angka ordinal (keduabelas)
7. Kata tugas adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan peranannya dapat dibagi menjadi lima subkelompok:
o preposisi (kata depan) (contoh: dari),
o konjungsi (kata sambung) - Konjungsi berkoordinasi (dan), Konjungsi subordinat (karena),
o artikula (kata sandang) (contoh: sang, si) - Umum dalam bahasa Eropa (misalnya the),
o interjeksi (kata seru) (contoh: wow, wah), dan
o partikel.

I I. SELUK BELUK KALIMAT

A. PENGERTIAN KALIMAT DAN UNSUR KALIMAT

Kalimat adalah gabungan dari dua buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu pengertian dan pola intonasi akhir. Kalimat dapat dibagi-bagi lagi berdasarkan jenis dan fungsinya yang akan dijelaskan pada bagian lain.
Contohnya seperti kalimat lengkap, kalimat tidak lengkap, kalimat pasif, kalimat perintah, kalimat majemuk, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah contoh kalimat secara umum :
- SMK Negeri 1 Surabaya adalah pemenag lomba LKS tingkat Jawa Timur.
-Bang Copet diborgol polisi karena mencuri di bus kota.
Setiap kalimat memiliki unsur penyusun kalimat. Gabungan dari unsur-unsur kalimat akan membentuk kalimat yang mengandung arti.
Unsur-unsur inti kalimat antara lain SPOK :- Subjek / Subyek (S)- Predikat (P)- Objek / Obyek (O)- Keterangan (K)

B.POLA-POLA DAN BAGIAN KALIMAT
Analisis Kalimat Luas Setara dan Kalimat Luas Bertingkat
KALIMAT adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis harus memiliki S dan P (Arifin dan Tasai, 2002: 58). Ditinjau dari panjang atau pendeknya, sebuah sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada keduanya. Pendapat lain mengatakan, “Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun.” (Ramlan, 2001:6).
Ditinjau dari pola-pola dasar yang dimilikinya, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat inti, kalimat luas, dan kalimat transformasional. Tiap-tiap kalimat memiliki unsur inti yaitu sekurang-kurangnya terdiri dari unsur Subjek dan Predikat. Jika salah satu unsur inti tersebut diperluas maka kalimat tersebut menjadi kalimat luas. Jadi, kalimat luas merupakan perluasan kalimat inti yang penggunaannya biasanya sering mengalami kekeliruan dalam hal perluasannya.
Kalimat dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu kalimat sederhana dan kalimat luas. Kalimat sederhana dibagi atas dua bagian, yaitu kalimat yang tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu. Adapun kalimat luas adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat luas itu bermacam-macam. Macam-macam kalimat luas terdiri atas kalimat luas setara dan kalimat luas tak setara (Alwi dkk, 2004).
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
a. Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
b. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
c. Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
d. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
Suatu bentuk kalimat luas hasil penggabungan atau perluasan kalimat tunggal sehingga membentuk satu pola kalimat baru di samping pola yang ada.
Kalimat Luas Setara
Kalimat luas setara ialah struktur kalimat yang di dalamnya terdapat sekurang-kurangnya dua kalimat dasar dan masing-masing dapat berdiri sebagai kalimat tunggal disebut kalimat luas setara (koordinatif). Kalimat berikut terdiri atas dua kalimat dasar.
Saya datang, dia pergi.
Kalimat itu terdiri atas dua kalimat dasar yaitu saya datang dan dia pergi. Jika kalimat dasar pertama ditiadakan, unsur dia pergi masih dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mandiri. Demikian pula sebaliknya. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama. Itulah sebabnya kalimat itu disebut kalimat luas setara.
Ciri-ciri kalimat luas antara lain sebagai berikut:
1. Kedudukan pola-pola kalimat, sama derajatnya.
2. Penggabungannya disertai perubahan intonasi.
3. Berkata tugas/penghubung, pembeda sifat kesetaraan.
4. Pola umum uraian jabatan kata : S-P+S-P
Kalimat luas setara dibentuk dari dua buah klausa atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan kata penghubung ataupun tidak.
Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat setara ini adalah sama derajatnya, yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain; atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain. Klausa-klausa itu mempunyai kedudukan yang bebas, sehingga kalau yang satu ditinggalkan, maka yang lain masih tetap berdiri sebagai sebuah klausa.
Pengabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas setara ini memberikan makna yang menyatakan penggabungan Kalimat luas serta setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna penambahan dibentuk dari dua buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung dan.
Contoh :
• Selat Sunda terletak antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa dan Selat Bali antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali
• Kami belajar di perpustakaan, mereka bermain di halaman, dan guru-guru mengadakan rapat di kantor.
Kalau ada unsur yang sama dari klausa-klausa yang digabungkan itu, maka unsur yang sama itu dapat disatukan, artinya unsur yang sama itu hanya ditampilkan satu kali saja. Misalnya :
• Adik belajar bahasa Inggris, Ida bahasa Perancis, dan Siti bahasa Jerman.
Predikat belajar pada klausa kedua dan ketiga dilesapkan; yang ditampilkan hanya pada klausa pertama
2) Pertentangan
Kalimat luas setara yang hubungan anatara klausa-klausanya menyatakan makna ’pertentangan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung tetapi atau sedangkan.
Contoh :
• Saya ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi tetapi orang tua saya tidak mampu membiayainya.
• Setahun yang lalu jalan ini bersih dan mulus tetapi sekarang kotor dan berlubang-lubang
• Kami bertiga mendirikan kemah sedangkan mereka berdua menyiapkan makanan.
3) Pemilihan
Kalimat luas setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna ’pemilihan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung atau
Contoh :
Barang-barang pesanan Tuan ini akan Tuan ambil sendiri, atau kami yang harus mengantarkannya ke alamat Tuan?
Kamu mau menuruti nasihatku, atau kau dengarkan saja apa kata istrimu?
Kau harus segera berangkat atau kita tunggu dulu kedatangan beliau?
4) Penegasan
Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’penegasan’ dibentuk dari dua buah klausa;biasanya dengan bantuan kata penghubung bahkan, malah, apalagi, dan lagipula.
Contoh :
• Barang-barang kerajinan dari daerah itu sudah dipasarkan di seluruh Indonesia, bahkan telah juga di ekspor ke Negeri Belanda.
• Pembangunan tidak boleh kita hentikan, bahkan harus kita tingkatkan pelaksanaannya.
• Anak-anak itu memang nakal, apalagi kalau tidak ada ibunya.
• Daerah ini hawanya sejuk, lagipula pemandangannya indah.
5) Pengurutan
Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’pengurutan’ atau ’pengaturan’ dibentuk dari dua buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung lalu, kemudian, dan sebagainya.
Contoh :
• Kami menoleh dulu ke kiri dan ke kanan, lalu segera berlari menyeberangi jalan yang ramai itu.
• Mula-mula mereka membuka pintu itu, lalu mereka menyiapkan pondok-pondok tempat tinggal, kemudian barulah mereka menyiapkan lahan pertanian.

Kalimat Luas Bertingkat
Kalimat luas bertingkat ialah kalimat yang mengandung satu kalimat dasar yang merupakan inti (utama) dan satu atau beberapa kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur kalimat inti itu misalnya keterangan, subjek, atau objek dapat disebut sebagai kalimat luas bertingkat jika di antara kedua unsur itu digunakan konjungtor. Konjungtor inilah yang membedakan struktur kalimat luas bertingkat dari kalimat setara.
Kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya.
Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat luas bertingkat ini tidak sama derajatnya. Yang satu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang lain; atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain. Bagan berikut mungkin dapat lebih menjelaskan struktur kalimat bertingkat ini.Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna yang, antara lain, menyatakan :
1. Sebab
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’sebab’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung karena atau sebab.
Klausa pertama (klausa bebas) sebagai induk kalimat menyatakan sesuatu peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari terjadinya peristiwa pada klausa kedua (klausa yang tidak bebas) yang menjadi anak kalimat pada kalimat bertingkat itu.
Contoh:
• Banjir sering melanda kota kami karena saluran-saluran airnya penuh dengan sampah dan kotoran.
• Karena tidak pandai berenang akhirnya dia hanyut terseret air.
• Harga jual barang-barang ini terpaksa dinaikkan sebab biaya produksi dan ongkos kerja juga baik.
Anak kalimat dan induk kalimat pada kalimat bertingkat ini dapat dipertukarkan tempatnya. Kalau anak kalimat mendahului induk kalimat maka di muka induk kalimat dapat pula ditempatkan kata penghubung maka, misalnya :
• Karena tidak pandai berenang, maka akhirnya dia terseret arus.
2. Akibat
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’akibat’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung sampai, hingga, atau sehingga.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya sesuatu peristiwa yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pada klausa kedua
Contoh :
• Tukang copet itu dipukuli orang ramai sampai mukanya babak belur.
• Dia suka sekali berjudi hingga harta bendanya habis dan hutangnya menumpuk.
• Penumpang kereta api itu penuh sesak sehingga untuk meletakkan sebelah kaki pun sukar.
Dalam kalimat luas bertingkat yang hubungannya menyatakan akibat ini, posisi anak kalimat selalu di belakang induk kalimat.
3. Syarat
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’syarat’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung kalau, jika, dan asal.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan akan terjadinya suatu peristiwa kalau sudah terjadi peristiwa lain yang dinyatakan pada klausa kedua atau anak kalimatnya. Namun, perlu diperhatikan urutan induk kalimat dan anak kalimat dapat dipertukarkan.
Contoh :
• Saya akan hadir kalau saya di undang.
• Jika mereka bersalah tentu kami yang akan menindaknya.
• Gajah bukanlah binatang buas yang suka menyerang asal mereka tidak kita ganggu.
4. Tujuan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’tujuan’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabung menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung agar, supaya, dan untuk.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya suatu perbuatan yang harus dilakukan agar peristiwa yang disebutkan dalam kalimat klausa kedua atau induk kalimat dapat berlangsung. Disini pun urutan kedua klausa itu dapat dipertukarkan.
Contoh :
• Jalan-jalan diperlebar agar lalu lintas menjadi lancar.
• Kamu harus belajar baik-baik supaya hidupmu kelak menjadi enak.
• Pembangunan ini harus kita teruskan untuk memberi kehidupan yang lebih baik kepada anak cucu kita nanti.
5. Waktu
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’waktu berlangsungnya sesuatu peristiwa’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung ketika, sesudah, sebelum dan sejak.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya suatu peristiwa atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan waktu terjadinya peristiwa induk kalimatnya.
Urutan anak kalimat dan induk kalimat dapat dipertukarkan tempatnya.
Contoh :
• Monumen Nasional itu dibuat ketika kamu masih kecil
• Sesudah selesai memperbaiki saluran air ini, kita akan memperbaiki tanggul sungai itu
• Dia sudah menyelesaikan tugasnya sebelum bel berbunyi
• Sejak ibu meninggal kami tinggal bersama kakek di desa
6. Kesungguhan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’kesungguhan’ dibentuk dari dua buah yang digabungkan menjadi menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung meskipun, biarpun, atau sungguhpun. Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu peristiwa atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan peristiwa atau kondisi yang bertentangan untuk terjadinya peristiwa pada klausa pertama.
Urutan induk kalimat dan anak kalimatnya dapat dipertukarkan
Contoh :
• Dia berangkat juga ke sekolah meskipun hujan turun lebat sekali
• Walaupun tidak diizinkan ayah, dia pergi juga ke hutan itu
• Pembangunan gedung itu belum selesai juga sungguhpun telah menelan biaya ratusan juta rupiah
7. Pembatasan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan ’pembatasan’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung kecuali atau hanya. Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu perbuatan, dan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan pembatasan terhadap peristiwa pada anak kalimat
Contoh :
• Semua soal itu dapat saya kerjakan dengan baik kecuali nomor 17 tidak sempat saya selesaikan
• Semua orang sudah hadir hanya Siti dan Adi belum nampak batang hidungnya.
Di sini lazim juga kata penghubung kecuali dan hanya diikuti pula dengan kata penghubung kalau. Misalnya :
• Saya tentu akan datang memenuhi undanganmu kecuali kalau ada halangan yang tidak bisa dihindarkan
8. Perbandingan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-kluasanya menyatakan ’perbandingan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung seperti dan bagai.
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu perbuatan, sedangkan kluasa kedua sebagai anak kalimat menyatakan perbuatan lain yang serupa dengan perbuatan pada induk kalimat.
Contoh:
• Dengan cepat disambarnya tas nenek tua itu bagai elang menyambar anak ayam.
• Dia terkejut bukan main seperti mendengar bunyi guruh di siang bolong.
• Direguknya air di gelas itu dengan sekali reguk sebagai orang belum minum tiga hari.
Bedasarkan uraian di atas bahwa kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat memiliki perbedaan. Ada tiga pedoman untuk membedakan kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat, yaitu
a. Letak kata penghubung
Pada kalimat luas setara kata penghubung selalu ada di antara klausa yang dihubungkan, sedanagkan pada kalimat luas bertingkat (kecuali dalam beberapa hal) posisinya dapat di antara kedua klausa yang dihubungkan, dapat pula pada awal kalimat.
Contoh :
• Sidin pergi ke Jakarta tetapi adiknya tinggal di rumah. (setara)
• Ia pergi ketika kita mengunginya. (bertingkat)
• Ketika kita mengunjunginya, ia pergi. (bertingkat)
b. Macam kata penghubung
Kata penghubung yang digunakan di dalam kalimat luas setara jumlahnya tidak banyak, antara lain dan, bahkan, lalu, atau, tetapi, hanya, jadi.
Kata penghubung yang digunakan dalam kalimat luas bertingkat antara lain ketika, sebelum, sesudah, sehingga.
c. Lagu/intonasi
Pada kalimat luas setara lagu kalimat mempunyai dua puncak, jadi terbagi menjadi dua makrosegmen, sedangkan pada kalimat luas bertingkat intonasinya hanya mempunyai satu puncak. Dengan demikian lagu pada kalimat luas bertingkat sama seperti lagu pada kalimat tunggal.
Contoh :
• Uangnya banyak tetapi hidupnya tidak tenteram.
• Meskipun uangnya banyak, hidupnya tidak tenteram.

KALIMAT ANALITIS DAN SINTETIS
Kalimat analitis mengandung makna bahwa kalimat tersebut dapat diketahui bermakna atau tidaknya dengan menyelidiki bagian-bagian dari kalimat itu sendiri.
Seorang bujangan mempunyai dua orang anak
Nah proposisi ini dapat dikategorikan sebagai proposisi analitis dengan menyelidiki bagian-bagian pembentuk kalimat tersebut. Kalimat tersebut bisa dikategorikan sebagai kalimat tak bermakna karena pada dasarnya seorang bujangan tidak mungkin mempunyai anak. Kecuali jika bujangan yang dimaksud merupakan nama seseorang.
Ada kehidupan di planet mars
Proposisi ini tidak bisa dikategorikan sebagai proposisi analitis, karena kita tidak dapat menyelidiki kebenaran dari pernyataan tersebut hanya dengan menganalisis kata penyusun kalimatnya. Proposisi ini lebih merupakan proposisi sintesis, yang mengandung arti bahwa untuk mengetahui benar tidaknya (kebermaknaan) kehidupan di planet mars maka ada satu cara untuk membuktikannya, yaitu dengan pergi ke planet mars. Nah pergi ke planet mars ini merupakan suatu bentuk prinsi verifikasi. Sebuah prinsip yang sangat popoler dikalangan para positivis logis. Kata kata,” bagaimana anda membuktikannya? Apakah itu mungkin untuk dilakukan verifikasi? dsb”, merupakan ciri khas dari pemikiran seperti ini. Jika sebuah pernyataan tidak bisa memenuhi dua kriteria dan prinsip verifikasi tersebut maka pernyataan atau proposisi atau kalimat tersebut hanyalah omong kosong atau hanya bualan tak berarti

Analitis, Kontradiktif & Sintetis

Analitis: kalimat yang kebenarannya terletak pada kata-kata yang menyusunnya
Contoh: Uang adalah alat pembayaran yang sah
Informasi indeksal: kalimat tersebut merupakan suatu definitif yang menyatakan kebenaran makna kata yang menyusun kalimat tersebut.
Kontradiktif: kalimat yang kebenarannya bertentangan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
Contoh: Mata adalah indra pendengar.
Informasi indeksal: susunan kalimat tersebut di atas merupakan kalimat definitif yang menyatakan ketidakbenaran makna kata yang menyusunnya.
Sintetis: kalimat yang kebenarannya terletak pada fakta-fakta di luar bahasa. Kalimat sintetis terbagi menjadi dua: apabila kalimat yang menyusunnya sesuai dengan fakta, maka disebut Sintetis Positif, sedangkan kalimat yang tidak sesuai dengan fakta yang menyusunnya, disebut dengan Sintetis Negatif.
Contoh:
- Taman Ismail Marzuki terletak di Jakarta Selatan (sintetis negatif)
- Chairil Anwar adalah sastrawan angkatan ’45 (sintetis positif)
Informasi indeksal: pada kalimat pertama, faktanya tidak sesuai dengan kenyataan, maka dari itu disebut sintetis negatif. Sedangkan kalimat ke dua, sesuai dengan fakta yang menyusunnya, maka dari itu disebut sintetis positif.

Tidak ada komentar: